Buat kamu para pecinta sastra, khususnya puisi, tahukah kamu bahwa setiap tanggal 28 April diperingati sebagai Hari Puisi Nasional? Pada momen tersebut, umumnya akun-akun sastra di media sosial akan mengunggah puisi-puisi karya sastrawan legendaris Indonesia, seperti Chairil Anwar.
Namun, tahukah kamu mengapa tanggal 28 April dipilih sebagai Hari Puisi Nasional? Lalu, bagaimana perjalanan puisi di Indonesia hingga hari ini?
Tanggal 28 April yang diperingati sebagai Hari Puisi Nasional merupakan bentuk penghormatan kepada penyair legendaris Indonesia, yakni Chairil Anwar yang wafat pada hari tersebut di tahun 1949.
Bagi pegiat sastra, tentunya sudah paham bahwa sosok Chairil Anwar bukan hanya penyair biasa, tetapi ikon pembaruan dunia sastra Indonesia. Selama hidupnya, ia menulis lebih dari 70 puisi asli dan dikenal luas sebagai pelopor Angkatan 45, yakni kelompok penulis yang merevolusi gaya penulisan sastra Indonesia pasca-kemerdekaan.
Penetapan tanggal 28 April ini digagas oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud yang bekerja sama dengan Musyawarah Nasional Sastrawan Indonesia. Namun tujuannya tak hanya untuk mengenang Chairil Anwar, melainkan juga untuk menghidupkan kembali semangat berpuisi di kalangan masyarakat, khususnya generasi muda.
Bahkan sempat terjadi perdebatan terkait tanggal peringatan ini. Sejumlah pihak mengusulkan hari kelahiran Chairil Anwar sebagai alternatif yakni tanggal 26 Juli. Usulan tersebut bahkan sempat diumumkan secara resmi oleh Presiden Sastrawan Indonesia, yakni Sutardji Calzoum Bachri pada 2012. Kendati demikian, tanggal 28 April tetap lebih populer dan sudah banyak diadopsi dalam berbagai acara perayaan.
Mungkin beberapa dari kamu menganggap puisi hanya milik masa lalu. Namun anggapan tersebut tidaklah tepat. Puisi di Indonesia justru terus mengalami perkembangan dan menyesuaikan diri dengan zaman. Menurut Yostiani Noor Asmi Harini, dosen Sastra Indonesia UPI, melalui Antaranews, puisi sebenarnya tidak pernah mati, hanya berganti rupa dan media.
Di era digital ini, kamu bisa menemukan puisi di situs blog, Instagram, dan bahkan TikTok. Media sosial kini telah menjadi wadah baru bagi para penyair masa kini untuk berbagi karyanya tanpa harus melalui penerbit besar. Bahkan tak jarang, puisi-puisi yang mereka bagikan menjadi viral karena mampu menyentuh isu-isu dalam kehidupan sehari-hari.
Pandemi COVID-19 misalnya, menjadi salah satu momen penting dalam perkembangan puisi modern. Banyak penyair masa kini yang menulis tentang rasa kesepian, kehilangan, dan harapan melalui puisi mereka. Hal ini menunjukkan bahwa puisi tetap menjadi wadah yang relevan untuk menyuarakan isi hati dan pikiran masyarakat.
Bahkan kini puisi juga mulai diadaptasi ke genre-genre lain. Beberapa penulis menggabungkan puisi dengan karya sastra lain seperti novel, cerita pendek, atau prosa liris. Hal ini membuka peluang baru untuk generasi masa kini yang ingin menikmati karya sastra melalui berbagai sudut pandang. Bahkan tak jarang pertunjukan seni teater dan live music mulai memasukkan elemen puisi sebagai salah satu bagian pembukanya.
Merayakan Hari Puisi Nasional tentu tak akan lengkap tanpa mengapresiasi puisi-puisi Indonesia yang ternyata beberapa sudah diterjemahkan ke bahasa asing. Hal ini sekaligus menjadi bukti bahwa karya sastra bangsa Indonesia mampu melampaui batas-batas budaya dan bahasa.
Puisi berjudul “Aku” adalah karya paling ikonik dari sang legenda Chairil Anwar. Dengan gaya puisi yang lugas, keras, dan penuh semangat, “Aku” sudah diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa asing, seperti bahasa Inggris, Jerman, dan Spanyol.
Puisi “Karawang Bekasi” karya Chairil Anwar juga diterjemahkan dan bahkan diteliti oleh orang asing. Salah satu versi terjemahan puisi ini bisa ditemukan di blog pribadi Burton Raffel yang membahas puisi tersebut dari sudut pandang peristiwa sejarah, seperti pembantaian di Rawagede.
Taufiq Ismail merupakan salah satu penyair legendaris Indonesia yang karyanya diterjemahkan ke dalam bahasa asing. Puisi yang berjudul “Dengan Puisi, Aku” telah diterjemahkan ke dalam 52 bahasa asing dan bahkan ke dalam 22 bahasa daerah yang ada di Indonesia. Secara garis besar, puisi tersebut menceritakan pengalaman bahagia, sedih, dan berbunga-bunga ketika penyair menciptakan puisi.
Sapardi Djoko Damono merupakan salah satu sastrawan kebanggaan Tanah Air. Buku puisinya yang berjudul “Hujan Bulan Juni” telah diterjemahkan ke sejumlah bahasa asing, termasuk Inggris, Mandarin, Rusia, Arab, dan Jepang. Di dalam buku tersebut terdapat 102 puisi yang ditulis dari sekitar tahun 1964-1994 dan salah satunya berjudul “Hujan Bulan Juni” yang sekaligus menjadi judul buku.
Joko Pinurbo adalah salah satu sastrawan Indonesia yang karya-karyanya banyak diterjemahkan ke dalam bahasa asing. Salah satu puisinya yang berjudul “Kurcaci” telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Harry Aveling. Bahkan puisi tersebut juga dimuat dalam antologi “Trouser Doll” yang diterbitkan oleh Lontar Foundation pada tahun 2002.
Itulah beberapa puisi karya penyair Indonesia yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa asing. Mengetahui fakta bahwa banyak karya sastra Tanah Air yang telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa dunia di Hari Puisi Nasional ini bisa menjadi refleksi bahwa dunia sastra Indonesia tidak mati, tetapi justru terus berkembang.
Sebagai generasi penerus, kamu bisa turut ikut ambil bagian dalam perjalanan ini. Entah dengan membaca, menulis, atau bahkan membedah puisi, semua kegiatan tersebut lebih dari cukup untuk merayakan semangat Hari Puisi Nasional. Sebab sejatinya, puisi bukan hanya milik para penyair, tetapi milik siapa saja yang mampu merasa, berpikir, dan ingin mengungkapkan isi hati dan pikirannya dengan cara yang indah.
Selamat Hari Puisi Nasional!