Housing Bubble: Biang Kerok Harga Rumah Meroket

Harga rumah di Indonesia terus mengalami kenaikan dari tahun per tahun. Selama ini, kebanyakan orang yang mungkin masih awam memahami bahwa penyebab harga rumah naik adalah inflasi dan terbatasnya lahan. Padahal masih ada satu lagi penyebab utama dari kenaikan harga rumah, yakni housing bubble atau gelembung perumahan. Fenomena ini kerap kali membawa dampak yang masih terhadap perekonomian sekaligus kesejahteraan masyarakat.

Housing Bubble

Apa Itu Housing Bubble?

Housing bubble atau real estate bubble atau property bubble merupakan fenomena yang menandakan naiknya harga properti, khususnya rumah, secara signifikan dan cenderung tidak wajar. Pada dasarnya, fenomena ini terjadi karena kombinasi dari beberapa faktor. Adapun faktor yang dimaksud antara lain adalah tingginya permintaan, spekulasi, serta pendanaan yang terlalu banyak di sektor properti.

Sementara itu, kemunculan housing bubble disebabkan oleh naiknya tingkatan permintaan terhadap properti di tengah jumlah suplai atau penawaran yang terbatas. Melihat hal tersebut, para spekulator mengambil kesempatan untuk melakukan investasi dan penanaman modal besar-besaran di sektor properti.

Saat tingkatan permintaan mengalami penurunan atau cenderung stagnan ketika jumlah penawaran naik, maka harga properti akan mengalami penurunan dan bahkan terus melemah. Hal ini otomatis akan memicu terjadinya fenomena lanjutan dari housing bubble, yakni bubble burst atau gelembung properti yang pecah.

Fenomena housing bubble sendiri terjadi dalam kurun waktu tertentu dan bisa jadi bersifat sementara. Beberapa negara sudah pernah mengalami kondisi ini dan dampaknya cukup masif terhadap kondisi ekonomi negara. Salah satu negara tersebut adalah Amerika Serikat yang telah mengalami fenomena housing bubble pada tahun 2000an.

Kondisi yang dialami oleh AS pada saat itu dipicu karena longgarnya syarat pengajuan kredit dan arus uang pada sektor properti. Kondisi semacam ini juga pernah terjadi di Tanah Air sehingga mengharuskan para regulator untuk menyusun kebijakan guna mengatasi pembengkakan harga produk properti sekaligus mengurangi potensi terjadinya housing bubble di Indonesia.

Faktor Pemicu Housing Bubble

Faktor pemicu terjadinya fenomena housing bubble sudah disebutkan seperti di atas. Namun agar lebih jelas, berikut uraian lebih lanjut terkait faktor pemicu housing bubble.

1. Tingginya permintaan

Meningkatnya permintaan terhadap produk properti, khususnya rumah tapak, menjadi faktor utama terjadinya fenomena housing bubble. Saat banyak orang ingin membeli rumah, tetapi jumlah properti yang tersedia terbatas jumlahnya, maka harga properti akan cenderung naik.

Tingginya permintaan properti bisa disebabkan oleh beberapa faktor. Adapun faktor yang dimaksud antara lain seperti tingkat bunga rendah sehingga kredit rumah lebih terjangkau atau ekspektasi bahwa harga produk properti seperti rumah akan terus meroket di masa depan.

2. Spekulasi

Spekulasi merupakan faktor selanjutnya yang dapat memicu terjadinya housing bubble. Spekulasi terjadi saat para investor membeli properti dengan harapan bahwa harga properti tersebut akan mengalami peningkatan dalam jangka pendek dan dapat meningkatkan permintaan secara signifikan.

Spekulasi ini umumnya tidak didasarkan pada fundamental kondisi pasar yang kuat. Alih-alih spekulasi lebih sering didasarkan pada optimisme yang berlebih terhadap tren harga. Di Indonesia misalnya, tak sedikit masyarakat yang membeli properti seperti rumah bukan sebagai tempat tinggal, melainkan sebagai investasi mengingat harga properti naik setiap tahun.

3. Pendanaan dan kredit longgar

Kemudahan dalam mendapatkan pendanaan dan kredit juga menjadi salah satu alasan timbulnya fenomena housing bubble. Saat bank dan lembaga keuangan lainnya memberikan syarat kredit yang terlalu longgar, banyak orang yang mendapatkan pendanaan. Hal ini pada akhirnya dapat meningkatkan permintaan dan mendorong terjadinya kenaikan harga properti seperti yang terjadi di Amerika Serikat pada tahun 2000-an.

4. Kebijakan pemerintah

Kebijakan pemerintah yang pada dasarnya untuk mendorong jumlah kepemilikan rumah juga berkontribusi terhadap terjadinya fenomena housing bubble. Sebagai contoh, pemotongan suku bunga atau insentif pajak untuk membeli rumah pertama bisa meningkatkan permintaan properti secara signifikan.

Akan tetapi, bila permintaan tidak disertai dengan peningkatan suplai produk properti yang memadai, otomatis akan terjadi housing bubble. Pasalnya, permintaan yang tidak seimbang dengan suplai bisa membuat harga properti terus melonjak dalam kurun waktu yang tidak menentu.

Dampak dari Housing Bubble

Terjadinya fenomena housing bubble memiliki dampak yang cukup luas dan perlu dijadikan perhatian. Dampak yang ditimbulkan tak hanya terjadi pada pasar properti itu sendiri, melainkan juga pada perekonomian secara keseluruhan. Berikut ini beberapa dampak dari housing bubble:

1. Harga rumah makin tidak terjangkau

Salah satu dampak langsung dari fenomena housing bubble tentu saja adalah kenaikan harga rumah yang makin tak bisa dijangkau bagi banyak orang. Hal ini terutama sangat berdampak pada kalangan masyarakat menengah ke bawah yang belum memiliki rumah layak huni dengan harga yang wajar. Akibatnya, kesenjangan sosial makin meluas dan banyak orang terpaksa harus tinggal di hunian yang tidak memadai.

2. Risiko kredit macet

Saat harga properti akhirnya anjlok atau terjadi bubble burst, banyak pemilik rumah yang harus menerima fakta bahwa nilai properti mereka lebih rendah dari nilai hipotek yang harus mereka tanggung. Akibatnya, terjadi banyak kredit macet di mana para pemilik rumah tidak mampu melunasi pinjaman mereka. Bila krisis ini terus berlanjut, sektor industri perbankan pun dapat terkena imbas yang pada akhirnya bisa mengganggu stabilitas keuangan negara secara keseluruhan.

3. Menurunnya ekuitas rumah

Housing bubble juga dapat menimbulkan anjloknya ekuitas rumah. Sebab, saat harga rumah turun drastis, kemungkinan pemiliknya memiliki utang yang lebih besar dari nilai properti mereka. Hal ini tentunya bisa membuat pemilik rumah harus menggunakan sumber kekayaannya yang lain untuk menjual properti mereka dengan kerugian besar.

4. Dampak terhadap perekonomian

Krisis ekonomi yang disebabkan oleh fenomena housing bubble bisa berdampak negatif terhadap perekonomian negara. Penurunan harga properti yang begitu tajam bahkan bisa menyebabkan resesi ekonomi. Fenomena semacam ini sudah terjadi di Amerika Serikat pada sekitar tahun 2008. Kondisi resesi menyebabkan naiknya tingkat pengangguran, anjloknya tingkat konsumsi, dan ketidakstabilan kondisi ekonomi dalam jangka panjang.

Jadi, housing bubble adalah fenomena yang berdampak besar bagi pasar properti maupun kondisi ekonomi negara secara keseluruhan. Memahami faktor pemicu dan dampak yang ditimbulkan bisa menjadi pertimbangan penting bagi para calon pembeli rumah, investor, dan pemerintah dalam membuat kebijakan yang dapat menurunkan potensi terjadinya housing bubble.

Leave a Reply