Dulu, media sosial menjadi wadah untuk berbagi momen. Meskipun sekarang masih, media sosial kini lebih menjadi wadah untuk mendulang rupiah. Bagi para pelaku bisnis, media sosial adalah senjata utama untuk membangun brand dan menjaring target pelanggan.
Namun, seiring berkembangnya media sosial, ada satu hal yang sering dilupakan oleh banyak pebisnis yakni peran algoritma.
Algoritma media sosial lebih dari sekadar sistem, tetapi bisa diibaratkan sebagai “penjaga gerbang” yang dapat menentukan apakah konten marketing kamu bisa muncul di feed audiens atau tidak.
Nah, di tengah pesatnya persaingan konten, tahu bagaimana caranya memanfaatkan algoritma bisa menjadi penentu sukses tidaknya suatu bisnis.
Di zaman digital seperti sekarang, eksistensi online bukan lagi pilihan, tetapi keharusan. Data dari We Are Social dan Hootsuite 2024 menyebutkan bahwa pengguna aktif media sosial di Indonesia telah mencapai lebih dari 167 juta orang atau sekitar 60% dari total populasi.
Ini artinya, pebisnis di Indonesia memiliki peluang besar untuk menjangkau konsumen secara langsung, hanya melalui beberapa klik.
Namun, perlu dipahami juga bahwa memiliki eksistensi online lebih dari sekadar memiliki akun bisnis atau rutin posting konten pemasaran. Kamu harus memahami tren pasar, mampu membuat konten yang relevan, menarik, serta berkesinambungan.
Sebab, media sosial merupakan platform di mana kamu bisa membangun relasi emosional dengan calon pelanggan. Caranya adalah dengan menampilkan sisi humanis dari bisnismu dan memberikan layanan pelanggan secara optimal.
Sebagai contoh, brand lokal seperti Janji Jiwa yang sukses memanfaatkan Instagram untuk berinteraksi langsung dengan followers melalui fitur polling, Q&A, hingga membagikan testimoni pelanggan. Mereka tidak hanya menjual kopi, tetapi juga sekaligus membangun komunitas pelanggan.
Semua ini bisa tercapai karena mereka mampu memanfaatkan media sosial dengan tepat dan juga memahami cara kerja algoritma Instagram.
Secara umum, algoritma media sosial adalah sistem yang dapat menentukan konten mana yang akan muncul di layar pengguna. Masing-masing platform, baik itu Instagram, Facebook, TikTok, atau bahkan YouTube, memiliki algoritma yang berbeda-beda.
Namun, pada dasarnya, semua memiliki satu kemiripan yakni menyajikan konten yang paling relevan dengan karakteristik pengguna.
Lantas, bagaimana algoritma media sosial dapat memengaruhi bisnis kamu?
Konten yang menarik dan relevan akan didorong oleh algoritma agar lebih banyak yang menonton. Misalnya, konten video Reels di Instagram yang mendapatkan likes dan comments banyak bisa muncul di halaman Explore sehingga mampu menjangkau pengguna baru.
Algoritma sangat menyukai interaksi. Seperti yang disebutkan, konten yang memiliki banyak komentar, like, dan share akan lebih diprioritaskan oleh algoritma untuk ditampilkan di layar pengguna. Dengan membuat konten yang interaktif dan mampu menggaet banyak engagement, maka kamu bisa memancing algoritma agar terus mengekspos bisnis kamu di media sosial.
Cara kerja algoritma adalah dengan mempelajari kebiasaan pengguna. Jika kamu sudah menentukan target audiens sesuai dengan kebutuhan, maka kontenmu bisa muncul di layar mereka yang paling potensial menjadi konsumen. Nah, inilah keunggulan pemasaran digital dibandingkan dengan pemasaran konvensional.
Sebagai contoh, TikTok berhasil membantu banyak UMKM kuliner menjadi sukses hanya karena satu video singkat yang viral. Tentunya ini bukan kebetulan, tetapi hasil pemahaman para kreator terhadap cara kerja algoritma TikTok yang sangat berbasis pada watch time dan content interest.
Seiring berkembangnya teknologi, algoritma media sosial ikut mengalami perubahan. Sebab itu, penting bagi para kreator dan pebisnis untuk memahami tren algoritma agar mampu memproduksi konten-konten yang relevan dan mampu menggaet banyak engagement.
Melansir laman Manypage, di bawah ini adalah tren untuk memancing algoritma media sosial di 2025:
Kini, algoritma di media sosial makin pintar berkat adanya kecerdasan buatan (AI). AI bisa membuat media sosial mampu memahami preferensi pengguna secara lebih mendalam, mulai dari jenis konten yang disukai, waktu aktif, hingga pola interaksi. Ini artinya, kamu harus mulai membuat personalized content agar lebih mudah “didorong” oleh algoritma.
Platform media sosial seperti LinkedIn dan Facebook mulai memprioritaskan interaksi dalam grup atau komunitas. Jadi, konten-konten yang berasal dari grup akan lebih sering tampil di feed pengguna. Ini artinya membangun komunitas atau bergabung dengan grup yang relevan bisa memperluas jangkauan bisnis kamu.
Hingga saat ini, konten video pendek seperti TikTok, Reels, dan Shorts masih menjadi primadona. Kendati demikian, algoritma juga mulai mengangkat konten berdurasi panjang, seperti video vertikal berdurasi lebih dari satu menit atau konten edukatif di TikTok maupun YouTube.
Hal tersebut karena platform media sosial ingin mendorong lebih banyak engagement. Jadi, bagi para pebisnis, kamu bisa fokus ke keduanya, yakni video pendek untuk menyebarkan awareness dan konten panjang untuk edukasi dan menciptakan penjualan.
Algoritma di 2025 tampaknya juga makin peka terhadap interaksi organik. Jadi, interaksi yang berasal dari bot, engagement palsu, atau like berbayar makin mudah diketahui dan justru bisa menurunkan performa akun kamu. Untuk itu, pastikan kamu fokus pada kualitas interaksi, seperti membalas komentar atau mungkin meminta opini dari audiens.
Di tengah pesatnya arus konten digital, algoritma media sosial bisa diibaratkan seperti pedang bermata dua, tergantung bagaimana kamu menyikapinya. Dengan memahami cara kerjanya, mengikuti tren terkini, dan menciptakan konten yang relevan dan interaktif, maka kamu bisa mendorong pertumbuhan bisnis melalui media sosial.
Ingat, media sosial bukan soal siapa yang paling sering mempublikasikan video, tetapi siapa yang paling tahu cara mainnya. Jadi, jika kamu bisa memahami cara kerja algoritma, kamu pasti bisa menguasai panggung.