Akses untuk mendapatkan tempat tinggal yang layak adalah hak setiap manusia. Sayangnya, impian tersebut tak mudah diwujudkan di negara seperti Indonesia yang tingkat kesenjangan sosialnya tinggi. Hanya mereka dari kalangan menengah ke atas yang memiliki akses mudah untuk mendapatkan tempat tinggal. Lantas, bagaimana dengan mereka yang tergolong sebagai masyarakat rentan?
Masyarakat rentan dalam pembahasan ini adalah Masyrakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Mereka merupakan kelompok masyarakat yang sulit mendapatkan akses terhadap tempat tinggal yang layak karena berbagai faktor. Apa penyebabnya? Lalu, bagaimana pemerintah mengatasi problematika tersebut?
Perlu ditekankan kembali bahwa memiliki tempat tinggal yang layak merupakan hak dasar setiap manusia. Hal ini diatur dalam Pasal 28 H Ayat 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang sekaligus menjadi fondasi dalam pembangunan negara.
Selain UUD, Pasal 40 UU Nomor 39 Tahun 1999 mengenai Hak Asasi Manusia juga menegaskan bahwa setiap individu memiliki hak untuk mendapatkan tempat tinggal sekaligus berkehidupan yang layak. Hak tersebut dijabarkan secara lebih rinci dalam UU Nomor 1 Tahun 2011 mengenai Perumahan dan Kawasan Permukiman. Undang-undang tersebut menggariskan bahwa setiap individu berhak untuk:
Jadi, rumah lebih dari sekadar benda fisik, melainkan juga perwujudan dari pemenuhan hak dasar manusia yang diakui oleh UUD dan perundang-undangan. Dalam arti yang lebih luas, rumah menjadi sebuah simbol kesejahteraan lahir dan batin bagi setiap individu, menciptakan rasa aman, dan stabilitas dalam kehidupan sehari-hari.
Namun faktanya, masih banyak masyarakat rentan yang sulit mendapatkan akses terhadap tempat tinggal yang layak. Mereka yang tergolong sebagai MBR ini kerap mengalami kendala untuk melakukan pembelian rumah.
Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) merupakan mereka yang memiliki keterbatasan daya beli dan membutuhkan dukungan dari pemerintah untuk bisa mendapatkan rumah. Meski kepemilikan rumah adalah hak setiap manusia dan sudah diatur dalam undang-undang, nyatanya kesulitan MBR untuk memiliki rumah masih terus menjadi masalah serius.
Harga tanah yang terus mengalami lonjakan, khususnya di kawasan urban, menjadi kendala utama dalam pemenuhan hak masyarakat atas rumah. Menurut laporan Katadata Insight Center, tingginya harga tanah menjadi penghalang utama dalam mendorong peningkatan pasokan rumah untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah.
Tak hanya itu saja, ketimpangan antara daya beli MBR dengan naiknya harga lahan dan produk properti lainnya juga menambah permasalahan. Sebuah studi juga menyoroti bahwa sekitar 84% backlog atau minimnya stok rumah di Indonesia didominasi oleh mereka yang tergolong sebagai MBR.
Data Kementerian PUPR juga menunjukkan adanya jumlah backlog rumah pada 2020 di Indonesia yang mencapai sekitar 12,75 juta rumah. Belum lagi ditambah dengan laporan dari Badan Pusat Statistik 2020 yang menyatakan bahwa hanya sekitar 59,5% rumah tangga saja yang memiliki hunian yang layak, sedangkan sisanya tidak layak huni.
Data backlog tersebut diprediksi akan terus mengalami peningkatan. Ini lantaran jumlah keluarga baru di Indonesia cenderung terus bertambah. Di sisi lain, pasokan rumah layak huni tidak mampu mengimbangi kenaikan tersebut. Meskipun stoknya ada, harga yang ditawarkan sulit untuk dijangkau oleh MBR. Lebih lanjut, lokasi rumah umumnya berada di tempat yang jauh dari pusat aktivitas umum, seperti pinggiran kota.
Oleh sebab itu, perlu ada kebijakan yang lebih progresif dan dukungan dari lintas sektor untuk mengatasi permasalahan tersebut. Pemerintah, pelaku industri properti, dan lembaga keuangan menjadi kunci untuk menciptakan regulasi yang merata dan berkelanjutan bagi MBR dalam memiliki rumah yang layak huni.
Dalam mengatasi tantangan dalam pemenuhan hak atas tempat tinggal bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), pemerintah perlu mengambil peran kunci. Sebagai langkah awal, pemerintah dapat memberikan dukungan terkait ketersediaan lahan guna melangsungkan proses pembangunan rumah bagi MBR.
Hal tersebut dapat dicapai melalui proses pemetaan lahan secara strategis. Di sisi lain, pemilihan lokasi juga harus dipertimbangkan dan disesuaikan dengan kebutuhan serta daya beli Masyarakat Berpenghasilan Rendah.
Pengembangan hunian vertikal, seperti rumah susun, juga perlu diperkuat. Hal ini bisa diupayakan dengan melibatkan developer skala besar yang memiliki kompetensi dan kapasitas untuk menyediakan rumah dengan harga yang sesuai dengan daya beli mereka.
Tak lupa juga soal regulasi pemerintah yang juga menjadi kunci dalam merancang kebijakan yang mendukung upaya penambahan stok unit rumah terjangkau untuk MBR. Langkah-langkah ini bisa mencakup tentang penyusunan regulasi tentang fasilitas proses perizinan, pemberian insentif bagi developer yang berfokus pada pembangunan untuk MBR, dan penyelarasan aturan dengan kebutuhan hidup masyarakat sehari-hari.
Di samping itu, penting juga untuk fokus meningkatkan sumber pendanaan. Pemerintah bisa bekerja sama dengan lembaga perbankan dan non-perbankan untuk mengembangkan skema pembiayaan. Bukan sekadar skema pembiayaan, tetapi skema yang lebih mudah diakses bagi masyarakat yang tergolong sebagai MBR. Inovasi dalam hal sumber pendanaan, seperti melibatkan peran sektor swasta juga bisa dijadikan alternatif.
Selain itu, untuk mengurangi beban anggaran pada pemerintah, langkah-langkah seperti pemberian dukungan kepada lembaga perbankan bisa menjadi strategi yang efektif. Dukungan tersebut dapat diberikan dalam bentuk Penyertaan Modal Negara (PMN). Dukungan ini nantinya tak hanya akan memperkuat kapasitas perbankan saja, melainkan juga meningkatkan akses bagi MBR untuk mendapatkan pembiayaan.
Jadi, secara keseluruhan, penangan masalah backlog rumah untuk MBR memerlukan strategi yang terpadu dan keterlibatan aktif dari berbagai pihak. Hanya melalui kerja sama yang solid antara pemerintah, pelaku industri properti, dan sektor perbankan serta non-perbankan, dapat terwujud solusi yang berkelanjutan dan berdampak positif bagi seluruh masyarakat, khususnya MBR.
Nah, buat kamu yang mungkin mengalami kesulitan untuk mengajukan pembiayaan rumah ke bank konvensional, Dana Rumah dari Danasyariah bisa kamu jadikan alternatif. Layanan ini cocok buat kamu yang bekerja sebagai karyawan, wiraswasta, dan pekerja lepas. DP bisa mulai dari 0% dan menggunakan skema akad syariah. Klik di sini untuk informasi lebih lanjut.