Kamu tentu sudah tidak asing lagi dengan istilah stunting. Banyak orang mengira stunting hanya sekadar masalah tinggi badan anak yang pendek. Padahal, stunting lebih dari itu. Justru ini adalah masalah serius yang dapat berdampak pada perkembangan otak, produktivitas, hingga risiko penyakit kronis di masa depan.
Di Indonesia, stunting masih menjadi perhatian utama mengingat angka kejadiannya cukup tinggi. Berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022, prevalensi stunting di Indonesia mencapai 21,6%. Ini artinya, 1 dari 5 anak Indonesia mengalami gangguan pertumbuhan. Apabila hal ini tidak ditangani dengan baik, maka dampaknya akan sangat terasa hingga generasi mendatang.
Lalu, apa sebenarnya itu stunting? Apa penyebab dan akibatnya? Bagaimana cara mencegahnya? Simak selengkapnya di sini.
Stunting adalah kondisi gangguan pertumbuhan akibat kekurangan gizi dalam waktu lama, terutama pada 1.000 hari pertama kehidupan (HPK), yaitu sejak janin berada di dalam kandungan hingga anak berusia dua tahun. Hal ini tercantum dalam Peraturan Presiden No. 72/2021 terkait Percepatan Penurunan Stunting.
Anak yang mengalami stunting cenderung memiliki tinggi badan lebih pendek dari standar usianya sesuai dengan grafik pertumbuhan dari WHO yang menggunakan indikator tinggi badan menurut umur (TB/U).
Namun, penting untuk diingat bahwa anak bertubuh pendek belum tentu mengalami stunting. Permasalahan stunting ini jauh lebih kompleks karena berkaitan dengan kualitas asupan gizi, kesehatan ibu selama kehamilan, serta faktor lingkungan seperti kebersihan dan sanitasi.
Stunting bukanlah kondisi yang muncul begitu saja. Ada banyak sekali faktor penyebab stunting, di antaranya:
Menurut WHO, sekitar 20% kasus stunting terjadi sejak bayi masih dalam kandungan. Sebab, ibu hamil yang mengalami kekurangan gizi akan melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) sehingga dapat meningkatkan risiko stunting.
Nutrisi yang tidak mencukupi, baik dalam ASI eksklusif maupun makanan pendamping ASI (MPASI), sangat berkontribusi terhadap kasus stunting. Anak yang tidak mendapatkan protein, zat besi, dan zinc yang cukup cenderung mengalami gangguan pertumbuhan.
Anak-anak yang sering terkena penyakit infeksi, seperti diare atau infeksi saluran pernapasan, lebih berisiko mengalami stunting karena tubuh mereka mengalami kesulitan dalam menyerap nutrisi.
Banyak ibu hamil dan balita yang tidak mampu mendapatkan layanan kesehatan yang memadai, seperti imunisasi, suplemen gizi, dan pemantauan tumbuh kembang secara rutin. Selain itu, faktor ekonomi dan rendahnya kesadaran diri orang tua juga membuat ibu hamil dan balita kesulitan untuk mendapatkan layanan kesehatan.
Sanitasi yang tidak baik, seperti kurangnya akses air bersih dan buruknya kebersihan lingkungan sekitar rumah, juga berkontribusi terhadap stunting. Menurut banyak penelitian, anak-anak yang tinggal di lingkungan dengan kondisi sanitasi buruk memiliki risiko stunting lebih tinggi.
Seperti yang disebutkan, stunting bukan hanya masalah tinggi badan, tetapi juga dapat memengaruhi banyak aspek kehidupan seorang anak hingga dewasa. Berikut beberapa dampak stunting yang harus diwaspadai:
Indonesia merupakan salah satu negara di dunai dengan angka stunting yang masih tinggi, meskipun pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk menekan prevalensinya.
Menurut data dari SSGI 2022, angka stunting di Indonesia berada di 21,6% turun dari 24,4% pada tahun 2021. Meskipun ada penurunan, angka ini terbilang masih sangat jauh dari target pemerintah yang ingin menurunkan angka stunting menjadi 14% pada tahun 2024 kemarin. Namun, sayangnya, angka stunting masih jauh dari target tersebut.
Berikut beberapa provinsi dengan prevalensi stunting tertinggi di Indonesia:
Sementara itu, provinsi dengan angka stunting terendah adalah Bali (8,0%), DKI Jakarta (14,8%), dan Yogyakarta (15,1%).
Melihat angka ini, maka dapat dipahami bahwa masalah stunting bukan hanya masalah individu, tetapi juga tantangan nasional. Sebab, penyelesaian masalah stunting adalah salah satu kunci meningkatkan kualitas sumber daya manusia di Indonesia. Itulah sebabnya masalah ini membutuhkan perhatian serius dari semua pihak, termasuk pemerintah, masyarakat, dan pastinya sektor swasta.
Mencegah stunting pada dasarnya jauh lebih mudah dan terjangkau dibandingkan mengatasi dampaknya. Ada beberapa langkah penting yang bisa dilakukan untuk mencegah stunting, baik dari diri sendiri maupun bagi generasi mendatang:
Ibu hamil wajib mengonsumsi makanan bergizi seimbang yang kaya protein, zat besi, asam folat, dan kalsium. Jangan lupa juga untuk rutin memeriksakan kehamilan ke dokter atau bidang.
Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama bayi sangat dianjurkan. Sebab, ASI mengandung nutrisi lengkap yang dibutuhkan bayi untuk tumbuh dengan optimal. Setelah 6 bulan, lanjutkan dengan MPASI yang bergizi dan kaya akan protein.
Imunisasi membantu mencegah penyakit infeksi yang dapat menghambat pertumbuhan anak. Pastikan anak selalu mendapatkan imunisasi dasar lengkap dan pemeriksaan kesehatan secara rutin.
Menjaga kebersihan dan sanitasi lingkungan rumah serta menjaga kebersihan makanan merupakan langkah penting untuk mencegah penyakit yang dapat menyebabkan stunting.
Stunting bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi juga seluruh lapisah masyarakat. Kampanye edukasi mengenai pentingnya menjadi orang tua yang bertanggung jawab terhadap anak, pola makan sehat, pola asuh anak, dan pentingnya gizi harus terus diselenggarakan.
Jadi, stunting adalah masalah serius yang lebih dari sekadar tinggi badan anak yang pendek. Kondisi ini bisa sangat berdampak pada perkembangan otak, produktivitas, hingga kesehatan jangka panjang. Pencegahan sejak dini merupakan kunci utama untuk menekan angka stunting alih-alih harus memerangi dampaknya yang memerlukan banyak inisiatif.