Pembiayaan properti syariah kian diminati masyarakat guna mewujudkan hunian impian. Namun dalam praktiknya, masih banyak ditemukan kendala. Salah satunya adalah penerima pembiayaan telat membayar angsuran hingga berujung macet. Penyebabnya beragam, biasanya karena kondisi finansial tak terduga, seperti terkena PHK atau musibah lainnya.
Kendala-kendala tersebut dapat menimbulkan sejumlah risiko. Apa saja risikonya dan bagaimana solusinya? Simak selengkapnya dalam pembahasan berikut ini.
Ada tiga risiko utama yang akan dialami oleh penerima pembiayaan properti syariah bila telat membayar angsuran. Adapun risikonya adalah sebagai berikut.
Denda tetap berlaku pada pembiayaan properti syariah yang biasanya menggunakan akad murabahah. Akad tersebut juga mencakup kesepakatan mengenai keterlambatan pembayaran angsuran. Apabila Anda termasuk mampu membayar angsuran namun sengaja menunda pembayaran, Anda akan dikenai sanksi berupa denda.
Menurut Anggota Dewan Syariah MUI Dr Oni Sahroni, denda keterlambatan tidak bisa dikategorikan sebagai riba. Pasalnya, denda tidak menjadi pendapatan perusahaan pembiayaan, melainkan menjadi dana sosial.
Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI 17/DSN-MUI/IX/2000 juga mengatur tentang pengenaan denda pada lembaga keuangan syariah. Di dalamnya menyebutkan bahwa sanksi denda tidak dikenakan pada nasabah yang belum atau tidak mampu membayar karena force majeur.
Bagi yang mampu namun sengaja menunda pembayaran akan dikenakan denda dengan prinsip ta’zir. Tujuannya agar penerima pembiayaan lebih disiplin dalam menyelesaikan kewajibannya. Jumlahnya ditentukan berdasarkan kesepakatan saat akad dibuat.
Bila penerima pembiayaan properti syariah terus menunggak, perusahaan pembiayaan bisa saja menyita rumah yang dibeli. Perusahaan tidak akan langsung menyita rumah, melainkan akan menyelidiki terlebih dahulu apa penyebabnya.
Menurut pengamat Ekonomi Syariah Irfan Syauqi Beik, jika alasannya karena kesulitan finansial dan penyedia pembiayaan memakluminya, maka bisa dilakukan restrukturisasi. Namun bila tetap tidak bisa menyelesaikan kewajiban bayar, rumah akan disita.
Risiko selanjutnya adalah masuk daftar hitam SLIK, yakni layanan informasi OJK yang bisa digunakan untuk mengetahui riwayat kredit seseorang. Daftar hitam SLIK merupakan orang-orang yang masuk ke skala 3 hingga 5 dengan rincian sebagai berikut:
Bila masuk ke salah satu dari tiga skala di atas, Anda akan kesulitan saat ingin mengajukan kredit-kredit lain pada masa mendatang.
Seperti yang disebutkan di atas, rumah tidak akan langsung disita oleh pihak penyedia pembiayaan. Namun akan dilakukan negosiasi terlebih dahulu dan perusahaan pembiayaan akan menawarkan sejumlah solusi agar rumah tidak disita.
Rescheduling merupakan penjadwalan kembali masa tenor, jadwal pembayaran, dan perubahan angsuran. Misalnya, Anda mengalami kredit macet karena suatu hal terduga. Nah, Anda bisa mengajukan permohonan ke penyedia pembiayaan untuk mengubah jangka waktu angsuran dari 10 tahun menjadi 15 tahun.
Bila disetujui, Anda akan merasa lebih longgar dalam mengatur keuangan untuk membayar angsuran rumah. Rescheduling paling banyak dipilih oleh penerima pembiayaan properti karena umumnya mudah disetujui oleh pihak penyedia. Di sisi lain, opsi ini dianggap lebih menguntungkan dibanding over kredit.
Reconditioning atau penataan kembali merupakan perubahan seluruh atau sebagian dari syarat-syarat pembiayaan. Hal ini mencakup masa tenor, margin, jadwal pembayaran, dan sejumlah persyaratan pembiayaan lainnya.
Restructuring atau restrukturisasi merupakan perubahan seluruh atau sebagian dari syarat pembiayaan dan tak terbatas pada perubahan masa tenor, jadwal pembayaran, maupun persyaratan lainnya. Contoh dari restrukturisasi adalah perubahan akad pembiayaan sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak.
Angsuran macet tak hanya merugikan penerima pembiayaan saja, tapi juga perusahaan pembiayaan itu sendiri. Sebagai bentuk mitigasi risiko angsuran macet, perusahaan pembiayaan biasanya akan menyelidiki calon penerima pembiayaan dengan menerapkan prinsip 5C, yakni:
Prinsip yang pertama ini dinilai dari karakter atau kepribadian calon penerima pembiayaan. Untuk mengetahuinya, perwakilan pihak penyedia pembiayaan akan melakukan wawancara. Tujuannya adalah untuk menilai apakah calon penerima pembiayaan termasuk orang yang dapat dipercaya dalam menyelesaikan cicilan atau tidak. Biasanya juga akan dilakukan cek SLIK OJK guna mengetahui riwayat kreditnya.
Capacity atau kapasitas adalah prinsip untuk menilai kemampuan calon penerima pembiayaan dalam menjalankan usahanya atau mengelola keuangannya. Hal ini guna menentukan tingkat kemampuan bayar seseorang pada pihak pemberi pembiayaan atau pinjaman.
Prinsip yang satu ini berkaitan aset yang dimiliki oleh calon penerima pembiayaan. Misalnya, seberapa banyak saldo tabungan, reksa dana, deposito, atau produk keuangan lainnya yang dimiliki oleh calon penerima pembiayaan.
Bila Anda memiliki usaha, maka prinsip ini dinilai berdasarkan laporan tahunan bisnis yang Anda jalankan. Hasil dari penilaian tersebut dapat digunakan untuk menentukan kelayakan Anda dalam mendapatkan pembiayaan.
Prinsip collateral merupakan aset yang diserahkan oleh calon penerima pembiayaan sebagai bentuk agunan. Prinsip ini harus dinilai oleh perusahaan atau bank pembiayaan. Tujuannya untuk mengetahui tingkat risiko kewajiban finansial calon penerima pembiayaan kepada perusahaan. Penilaian terhadap aset yang dijadikan agunan meliputi jenis aset, lokasi, dokumen yang menunjukkan bukti kepemilikan, dan juga status hukumnya.
Kalau Anda ingin mengajukan pembiayaan properti, Anda wajib memperhatikan prinsip collateral ini. Pasalnya, bila Anda gagal memenuhi kewajiban, perusahaan pembiayaan bisa menyita aset yang Anda gunakan sebagai agunan.
Prinsip yang terakhir adalah condition atau kondisi yang mana dipengaruhi oleh faktor luar. Sebagai contoh, jumlah pembiayaan, usia minimal penerima pembiayaan, dan kondisi-kondisi lainnya yang ditetapkan oleh perusahaan pembiayaan. Situasi ekonomi daerah atau negara juga bisa menjadi pertimbangan perusahaan dalam memberikan pembiayaan.
Prinsip 5C memiliki peran penting dalam pembiayaan properti syariah maupun konvensional. Sebab, perusahaan pembiayaan bisa memiliki referensi dalam menilai calon penerima pembiayaan. Lagi pula, perusahaan juga pasti tidak mau memberikan pembiayaan secara asal.
Perusahaan menyetujui pengajuan dari orang yang memiliki karakter kuat, tingkat kemampuan bayar yang tinggi, jaminan yang berharga, dan kondisi finansial yang tergolong aman. Orang-orang seperti inilah yang dianggap cocok untuk menerima pembiayaan.
Sementara bagi calon penerima pembiayaan, prinsip 5C dapat melindungi mereka dari sejumlah konsekuensi akibat terlambat atau gagal bayar angsuran. Nah bagi Anda yang berencana mengajukan pembiayaan properti rumah dari lembaga keuangan syariah, pastikan Anda sudah memahami prinsip 5C di atas. Bila sudah memenuhi prinsip 5C, pengajuan Anda pasti juga dapat segera disetujui.