5 Tradisi Unik Perayaan Nuzulul Qur’an di Indonesia

5 Tradisi Unik Perayaan Nuzulul Qur’an di Indonesia

Bulan Ramadan tak hanya menjadi bulan bagi seluruh umat Islam yang sudah baligh untuk menjalankan ibadah puasa. Ramadan juga menjadi momen perayaan malam Nuzulul Quran. Sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, Indonesia memiliki beragam perayaan Nuzulul Qur’an di berbagai daerah. 

Apa Itu Nuzulul Qur’an?

Nuzulul Qur’an

Secara garis besar, Nuzulul Qur’an adalah peristiwa turunnya wahyu Al-Qur’an dari Allah SWT kepada Rasulullah SAW. Dalam bahasa Arab, “Nuzul” berarti menurunkan sesuatu dari satu tempat yang tinggi ke tempat yang lebih rendah. Sementara itu, seperti yang sudah diketahui, “Qur’an” atau “Al-Qur’an” merupakan kitab suci bagi seluruh umat Islam di dunia.

Jadi, Nuzulul Qur’an dapat dijabarkan sebagai suatu peristiwa turunnya Al-Qur’an dari Sang Pencipta, Allah SWT, ke bumi melalui perantara Nabi Muhammad SAW sebagai sebuah petunjuk bagi umat manusia.

5 Tradisi Perayaan Nuzulul Qur’an di Indonesia

Nuzulul Qur’an

Nuzulul Qur’an merupakan peristiwa penting bagi seluruh muslim di dunia. Sebab itu, peristiwa tersebut selalu diperingati setiap tanggal 17 Ramadan. Banyak cara untuk memperingati hari bersejarah tersebut. 

Sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, Indonesia memiliki berbagai tradisi untuk memperingati Nuzulul Qur’an. Berikut beberapa tradisi tersebut.

1. Maleman (Jawa Timur, Bali, dan Nusa Tenggara Barat)

Maleman adalah salah satu tradisi yang cukup populer dalam merayakan Nuzulul Qur’an di Tanah Air. Tradisi ini umumnya dilakukan oleh umat Islam di Provinsi Jawa Timur, Bali, dan Nusa Tenggara Barat.

Kendati ketiga provinsi tersebut memiliki nama tradisi yang sama, tetapi tata caranya berbeda. Di Madura, Jawa Timur misalnya, tradisi Maleman diselenggarakan dengan cara membuat kue serabi yang kemudian dibagikan ke lingkungan sekitar. Kegiatan ini menjadi simbol rasa syukur masyarakat Madura sekaligus wujud untuk saling menyambung tali silaturahmi.

Sementara itu, umat Islam di Pulau Dewata menyelenggarakan Maleman dengan cara membuat tumpeng yang kemudian dibawa ke masjid atau musala terdekat. Biasanya, Maleman dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan salat tarawih. Maleman di Bali juga disertai dengan doa bersama setelah tarawih selesai dan kemudian dilanjutkan dengan menyantap tumpeng bersama.

Berbeda dengan di Jawa Timur dan Bali, tradisi Maleman di Lombok, Nusa Tenggara Barat justru bisa dibilang cukup unik. Umat Islam di Lombok menyelenggarakan tradisi Maleman dengan cara membakar dile jojor atau obor kecil dalam bahasa setempat. Bahan yang digunakan untuk membuat obor tersebut tidak boleh dari bahan sembarang, melainkan harus terbuat dari buah nyamplung yang kemudian dicampur dengan kapas.

Dile jojor tersebut dipasang di depan rumah sebelum berangkat menjalankan shalat tarawih. Selain menggunakan dile jojor, beberapa wilayah NTB mengganti perangkat tersebut dengan lampu hias karena dile jojor sendiri sudah sulit untuk dibuat.

2. Malam Pitu Likukh (Lampung)

Bergeser ke Indonesia bagian barat, tepatnya di Lampung, perayaan Nuzulul Qur’an di provinsi ini disebut dengan perayaan Malam Pitu Likukh. Perayaan ini diwarnai dengan proses penancapan obor besar yang terbuat dari susunan batok kelapa yang tingginya mencapai satu hingga tiga meter. Mirip seperti Maleman, obor-obor tersebut dipasang di setiap rumah.

Selain itu, masyarakat Lampung juga menyiapkan berbagai jenis hidangan untuk dibawa ke masjid atau musala setempat. Dua hari berikutnya, acara Malam Pitu Likuhkh dilanjutkan dengan acara pawai obor yang disertai dengan nyanyian syair seperti pantun-pantun dalam bahasa lokal di Lampung.

3. Keriang Bandong (Kalimantan Barat)

Keriang Bandong  merupakan tradisi Nuzulul Qur’an di Provinsi Kalimantan Barat. Dalam bahasa lokal, “keriang” merupakan kosa kata yang diambil dari serangga yang menyukai cahaya. Sementara itu, kata “bandong” berarti berbondong-bondong karena keriang merupakan jenis serangga yang datang secara berbondong-bondong mendekati sumber cahaya.

Di Kalimantan Barat, Keriang Bondong adalah tradisi unik yang diwarnai dengan proses pemasangan ribuan lampu yang terbuat dari batang bambu dengan sumbu di atasnya. Lampu minyak tanah ini bakal menghiasi setiap sudut jalan di sejumlah daerah di Kalimantan Barat, seperti Pontianak dan Kubu Raya.

Keriang Bondong umumnya dipasang pada malam ke-21 hingga ke-29 di bulan Ramadan. Namun kini, Keriang Bondong tradisional mulai sulit ditemukan di Kalimantan Barat. Masyarakat lebih memilih menggunakan lampu-lampu hias karena lebih praktis dan juga murah mengingat minyak tanah makin sulit ditemukan di Kalimantan Barat.

4. Khatam Al-Quran dan Sorban Berjalan (Jawa Timur)

Tradisi Nuzulul Qur’an yang berikut ini umumnya dilakukan oleh umat Islam yang tinggal di kawasan Tengger, Gunung Bromo, Probolinggo, Jawa Timur. Tradisi sorban berjalan diadakan untuk menyambut perayaan malam Nuzulul Qur’an yang diawali dengan kegiatan buka bersama.

Sesuai namanya, tradisi sorban berjalan dilakukan dengan mengarak sorban yang dianggap sakral oleh penduduk setempat. Setiap orang yang dilewati oleh sorban tersebut wajib menaruh sumbangan berupa uang seikhlasnya di atas sorban tersebut. Hasil dari sumbangan tersebut akan dibagikan ke para fakir miskin dan yatim piatu.

Selain tradisi sorban berjalan, ada juga tradisi tadarus yang diselenggarakan di Masjid Agung Baiturrahman di Banyuwangi, Jawa Timur. Uniknya, tadarus di masjid ini menggunakan Al-Qur’an berukuran raksasa, yakni sekitar 150 cm x 200 cm. Tak perlu repot untuk membalikkan setiap lembar dari Al-Qur’an tersebut karena sudah ada petugas khusus yang melakukannya.

5. Kuah Beulangong (Aceh dan Sumatera Utara)

Sejumlah umat Islam di Aceh dan Sumatera Utara menyambut perayaan Nuzulul Qur’an dengan mengolah beberapa hidangan, seperti kuah beulangong. Kuah beulangong sendiri merupakan hidangan seperti kari yang terbuat dari daging sapi, kambing, atau kerbau yang dicampur dengan nangka muda.

Tradisi ini dilakukan sebagai bentuk rasa syukur sekaligus media untuk mempererat tali silaturahmi. Biasanya, persiapan masak kuah beulangong sudah dilakukan satu malam sebelum perayaan Nuzulul Qur’an. Tentunya setiap warga dilibatkan dalam acara ini agar bisa saling membantu sekaligus sebagai perwujudan kebersamaan.

Kuah beulangong biasa disajikan sejak hari ke-5 di bulan Ramadan menjelang H-3 perayaan Idul Fitri. Biasanya, jumlah porsi yang disediakan mencapai lebih dari 1.000 porsi per hari. Sementara itu saat Nuzulul Qur’an, santap bersama kuah beulangong biasanya akan disertai dengan sejumlah kegiatan lain, seperti ceramah keagamaan dan tadarus Al-Qur’an.

Nah, itulah beberapa tradisi peringatan Nuzulul Qur’an yang ada di Indonesia. Sangat beragam bukan? Tradisi-tradisi tersebut tentunya harus selalu dilestarikan sebagai bentuk keberlanjutan budaya Indonesia.

Leave a Reply