Bali, Pulau Dewata yang terkenal dengan keindahan alam dan budayanya, sudah lama menjadi magnet bagi banyak wisatawan dari luar negeri. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, pulau ini tak hanya menjadi tujuan wisata tetapi juga menjadi salah satu tempat favorit bagi banyak warga asing untuk berinvestasi di bidang properti.
Tentunya fenomena ini tak terjadi begitu saja. Ada banyak alasan yang mendasari mengapa Bali menjadi tempat favorit bagi warga negara asing (WNA) untuk memiliki properti di Indonesia.
Menurut data Badan Pusat Statistik Provinsi Bali, ada sekitar 420 ribu kunjungan wisatawan asing ke Bali. Dibandingkan dengan periode sebelumnya, terjadi penurunan sekitar 12,79%. Meskipun menurun, warga asing yang minat dengan bisnis properti di Bali justru makin meningkat. Tujuan mereka untuk investasi properti di Bali bukan hanya untuk tempat tinggal, tetapi juga untuk meraup keuntungan dari nilai properti yang kian meningkat.
Ada beberapa faktor utama yang mendasari tren warga asing membeli properti di Bali, di antaranya:
Menurut pengamat properti dari Indonesia Property Watch, Ali Tranghanda, melalui Liputan 6, harga tanah di Bali yang terus mengalami kenaikan justru membuat investasi properti di pulau ini makin menguntungkan.
Warga asing yang sebelumnya hanya memandang Bali sebagai destinasi wisata, kini mulai melihat adanya potensi besar dalam pasar properti. Tak hanya bisa menikmati Bali sebagai tempat tinggal, para WNA juga bisa mendapatkan keuntungan dari apresiasi nilai tanah yang terus meroket.
Pemerintah Indonesia telah melonggarkan aturan terkait kepemilikan properti bagi warga asing. Sebelumnya, WNA memerlukan izin tinggal tetap atau terbatas (KITAS/KITAP) untuk bisa memiliki properti di Indonesia.
Namun kini WNA bisa memiliki properti di Indonesia dengan status Hak Guna Bangunan (HGB) mencapai 30 tahun dan bisa diperpanjang hingga 20 tahun. Hal ini tentunya membuat proses kepemilikan properti di Bali makin mudah bagi WNA dan akhirnya makin banyak yang tertarik untuk berinvestasi.
Gaya hidup di Bali yang terkenal dengan keindahan alam dan budayanya menjadi daya tarik bagi banyak ekspatriat. Bali juga menawarkan lingkungan yang santai dan ramah serta jauh dari hiruk-pikuk kota besar seperti Jakarta. Kendati demikian, Bali tetap menawarkan fasilitas lengkap yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dalam menjalani kehidupan modern. Hal inilah yang membuat banyak warga asing menjadikan Bali sebagai tempat ideal untuk menjalani gaya hidup yang lebih tenang atau sebagai tempat untuk menghabiskan masa pensiun.
Seperti yang dijelaskan, pesona wisata di Bali yang sangat beragam menjadi salah satu alasan mengapa Pulau Dewata begitu menarik di mata para WNA sehingga mereka memutuskan untuk berinvestasi properti di pulau ini.
Bali memiliki beragam jenis destinasi yang dapat dinikmati oleh semua kalangan wisatawan atau bahkan warga lokal. Mulai dari pantai yang elok, sawah yang hijau, hingga dataran tinggi dengan gunung yang megah. Lokasi-lokasi seperti Ubud, Seminyak, Canggu, dan Kuta sudah lama menjadi pilihan favorit bagi para wisatawan, baik lokal maupun internasional.
Terlebih, warga asing yang memutuskan untuk membeli properti di Bali tak hanya memikirkan soal tempat tinggal, tetapi juga akses mudah ke destinasi-destinasi wisata ternama. Mereka ingin bisa menikmati keindahan alam yang menenangkan di Pulau Dewata sembari menjalani kehidupan yang tenang dan nyaman. Hal ini bahkan menjadi faktor pendorong utama mengapa banyak WNA memilih untuk memiliki rumah atau villa di pulau ini.
Tak sedikit properti yang dibangun di Bali memiliki konsep yang menggabungkan unsur-unsur alam Bali. Mulai dari villa dengan pemandangan mengarah ke laut lepas hingga rumah-rumah dengan taman tropis yang luas.
Lebih lanjut, setiap sudut Bali menawarkan sesuatu yang berbeda. Inilah sebabnya pulau ini selalu menarik bagi banyak kalangan. Para pengembang properti dalam negeri otomatis juga harus terus berinovasi dengan menghadirkan properti yang berdekatan dengan banyak destinasi wisata populer sehingga properti tersebut makin diminati.
Tingginya harga properti di Bali, seperti di kawasan Denpasar dan Badung, membuat warga lokal mengalami kesulitan untuk bisa membeli properti, khususnya bagi mereka yang berpendapatan UMK. Namun harga yang selangit justru dianggap terjangkau untuk warga negara asing yang notabenenya memiliki mata uang lebih kuat dibanding mata uang Indonesia.
Data menunjukkan bahwa hanya sekitar 30% pembeli rumah di kawasan Badung yang merupakan warga lokal. Sementara itu, sisanya sekitar 70% merupakan warga negara asing. Di Denpasar, hanya 40% warga lokal Bali yang bisa membeli properti rumah dan sisanya sekitar 60% adalah orang dari luar Bali termasuk dari luar negeri.
Selain untuk properti residensial, banyak WNA berinvestasi di bidang properti komersial, seperti hotel, resor, restoran, villa, dan sebagainya. Sebagai contoh, villa-villa yang ada di Canggu dan Seminyak sering disewa oleh wisatawan dengan harga yang fantastis, khususnya saat musim liburan.
Di samping itu, beberapa pengembang properti di Bali menawarkan layanan manajemen properti yang memungkinkan pemilik untuk tidak perlu repot-repot mengurus penyewaan maupun pemeliharaan properti mereka. Hal ini menjadikan investasi di Bali makin menarik bagi warga asing karena mereka bisa memperoleh keuntungan tanpa harus terlibat langsung dalam proses pengelolaan properti.
Lebih lanjut, tak sedikit warga asing yang tertarik dengan konsep kepemilikan hak milik atau freehold. Konsep ini memungkinkan para WNA untuk bisa memiliki properti di Bali dengan status yang jauh lebih stabil dan panjang.
Fenomena banyaknya warga asing yang mengincar properti di Bali terus mengalami peningkatan seiring dengan banyaknya faktor pendukung. Tak hanya sebagai tempat tinggal, banyak di antara para WNA yang juga melihat Bali sebagai tempat strategis untuk melakukan investasi di bidang pariwisata dan properti komersial.
Peningkatan jumlah WNA yang membeli properti di Bali memang turut mendorong pasar properti di pulau ini. Namun di sisi lain, hal ini juga turut meningkatkan harga properti, khususnya residensial. Alhasil, banyak warga lokal yang belum memiliki tempat tinggal sendiri karena kesulitan untuk mendapatkan rumah dengan harga terjangkau. Hal tersebut seyogianya dijadikan perhatian oleh pemerintah setempat agar tak ada yang dirugikan dari fenomena ini.