Pandemi memang sudah berlalu, tetapi dampaknya masih terasa sampai sekarang. Salah satu dampak ‘positif’ dari pandemi adalah meroketnya permintaan properti yang diintegrasikan dengan sarana transportasi massal atau istilah asingnya adalah transit oriented development (TOD). Apa itu properti TOD? Simak selengkapnya dalam uraian berikut ini.
Pengertian dari properti TOD sendiri sebenarnya ada dua. Pertama, TOD didefinisikan sebagai konsep hunian yang diintegrasikan dengan sistem sarana transportasi umum. Ini artinya hunian tersebut telah terintegrasi atau dekat dengan jalur transportasi umum, seperti terminal, stasiun, hingga bandara.
Hal ini bisa dilihat dari pengembangan TOD di kawasan kota besar seperti Jakarta di mana banyak properti dibangun berdekatan dengan fasilitas transportasi seperti stasiun kereta, halte, terminal, hingga bandara.
Selanjutnya, TOD juga bisa didefinisikan sebagai konsep hunian di mana pemukiman warga dibangun dekat dengan titik-titik transportasi atau transit dari kendaraan umum. Jadi, bila seseorang melakukan perjalanan dengan transportasi umum dan berhenti di satu titik, dia bisa kembali melanjutkan perjalanan ke lokasi tujuan dengan transportasi lain.
Lokasi transit yang dimaksud dalam konsep TOD ini adalah masyarakat bisa berpindah dari satu moda transportasi ke moda lainnya dengan jarak berjalan kaki maksimal tujuh menit dari transportasi pertama. Setelah itu, dia bisa menggunakan transportasi umum lagi atau menggunakan kendaraan pribadi yang diparkir di lokasi transit atau TOD. Dari kedua pengertian tersebut, dapat dijelaskan bahwa properti TOD adalah properti yang dekat dengan sistem transportasi umum atau titik pemberhentian transportasi umum.
Konsep properti TOD memiliki karakteristik yang mudah untuk diidentifikasi. Melansir laman rumah123, berikut ciri-ciri properti dengan konsep TOD:
DKI Jakarta adalah wilayah dengan populasi tertinggi di Tanah Air. Mengingat jumlah lahan makin terbatas di Jakarta, maka para pengembang mengakalinya dengan membangun hunian vertikal yang dekat dengan titik-titik transit transportasi umum. Pasalnya, mayoritas penghuni hunian vertikal di Jakarta adalah pekerja atau mahasiswa dengan tingkat commuting tinggi.
Namun, seiring dengan bertambahnya kebutuhan masyarakat, proyek hunian TOD mulai masif di wilayah pinggiran Jakarta, seperti di Bogor dan Tangerang. Tujuan dari pengembangan proyek-proyek tersebut tak lain adalah untuk memudahkan masyarakat dalam menjalankan aktivitas di pusat kota.
Properti dengan konsep TOD seperti apartemen biasanya memiliki bangunan mixed-use. Bangunan ini merujuk pada gedung pencakar langit yang mencakup lebih dari tiga fungsi tata ruang karena terbatasnya lahan.
Sederhananya, properti TOD seperti apartemen umumnya berada dalam satu wilayah atau terintegrasi dengan gedung perkantoran atau pusat perbelanjaan. Jadi, hunian semacam ini otomatis dekat dengan sarana transportasi umum.
Proyek hunian dengan konsep TOD umumnya memiliki banyak fasilitas pendukung. Fasilitas pendukung seperti park and ride dapat menguntungkan masyarakat yang tinggal di properti TOD. Pasalnya, fasilitas tersebut bisa digunakan untuk menampung banyak kendaraan.
Sementara itu, bagi yang suka berjalan kaki, properti TOD umumnya dilengkapi juga dengan jalur pejalan kaki agar para pejalan kaki bisa berjalan dengan aman dan nyaman. Lebih lanjut, penghuni properti TOD bisa dengan mudah menemukan tempat-tempat untuk nongkrong dan menikmati hiburan lainnya. Jadi, secara keseluruhan, properti TOD menawarkan banyak ruang publik untuk meningkatkan kenyamanan penghuninya.
Contoh dari penerapan konsep properti TOD bisa dilihat saat di kawasan Jabodetabek terjadi pembangunan light rail transit (LRT) dan mass rapid transit (MRT). Pada saat proyek-proyek besar ini berlangsung, para pengembang pun berbondong-bondong memanfaatkan momen tersebut untuk membangun pemukiman, seperti rumah susun dan apartemen.
Bahkan ada juga yang membangun kompleks perumahan yang lokasinya cukup dekat dengan area-area transportasi massal tersebut. Pasalnya, kalangan pengusaha properti menilai adanya peningkatan minat masyarakat terhadap hunian yang dekat dengan TOD karena pergeseran preferensi commuter masyarakat dari kendaraan pribadi menjadi kendaraan umum.
Namun tentunya harga properti TOD lebih mahal dibanding properti lainnya. Real Estate Indonesia (REI) melalui laman Kontan juga menilai bahwa aksesibilitas adalah salah satu faktor krusial yang dipertimbangkan saat mencari tempat tinggal. Oleh sebab itu, adanya proyek TOD di kawasan Jabodetabek turut mendorong naiknya harga-harga properti di sekitar jalur tersebut.
Tak ada data spesifik yang menunjukkan jumlah kenaikan harga dari properti yang dekat dengan TOD. Hanya saja, proyek yang sedang banyak berkembang saat ini adalah properti yang dapat memberikan aksesibilitas baik, termasuk yang dekat dengan TOD.
Namun perlu diketahui bahwa aksesibilitas bukan satu-satunya faktor pertimbangan masyarakat untuk membeli properti. Fasilitas pendukung, seperti konsep hunian dan area komersial, juga menjadi faktor pertimbangan calon konsumen di kota-kota besar.
Jadi, demikian ulasan tentang properti TOD yang kian diminati masyarakat meskipun harganya fantastis. Properti dekat dengan TOD pada dasarnya dapat membantu masyarakat mengurangi kecenderungan untuk menggunakan kendaraan pribadi. Pasalnya, lokasi rumah mereka dekat dengan jalur-jalur atau titik-titik transportasi umum dan gampang dijangkau dengan jalan kaki.
Selanjutnya, properti TOD dapat mendorong peningkatan peluang ekonomi. Masyarakat di sekitar properti TOD bisa membuka banyak jenis usaha, mulai dari kuliner, busana, dan lain sebagainya.
Dengan demikian, pembangunan properti TOD tak hanya menguntungkan para pebisnis properti. Proyek-proyek ini juga memberikan dampak positif bagi calon konsumen maupun orang-orang di sekitarnya yang sebenarnya tidak tinggal di kawasan TOD. Hanya saja, jangan sampai pembangunan proyek properti TOD justru membuat titik-titik transit transportasi menjadi lebih macet.