Rumah merupakan kebutuhan pokok setiap manusia. Namun seiring dengan berkembangnya dunia dan bertambahnya kebutuhan masyarakat, harga rumah kian melambung. Termasuk di Indonesia, harga rumah yang meroket setiap tahun tak pernah lepas dari perbincangan masyarakat, terlebih bagi mereka yang tinggal di kota-kota besar seperti Jakarta.
Bagi banyak orang, bisa memiliki rumah sendiri adalah simbol kesuksesan sekaligus stabilitas finansial. Namun melihat fakta di lapangan bahwa harga properti residensial terus-menerus mengalami kenaikan, muncul pertanyaan krusial: apakah kita harus memaksakan diri untuk bisa membeli rumah?
Tingginya harga rumah di Indonesia bukan lagi menjadi fenomena baru. Di Jakarta dan kota-kota besar lainnya, harga rumah tapak bisa mencapai ratusan juta hingga miliaran rupiah. Berdasarkan data terbaru, harga properti residensial pada kuartal pertama di 2024 mengalami peningkatan.
Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) pada awal 2024 mencapai 1,89% per tahun. Angka ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan indeks harga pada kuartal keempat tahun lalu, yakni sekitar 1,74%. Peningkatan ini didorong oleh naiknya harga properti tipe kecil sebesar 2,41%.
Di Jakarta, rumah dengan ukuran 40 meter persegi bisa mencapai kurang lebih 43 juta rupiah. Sementara itu, rumah dengan ukuran 60 meter persegi bisa mencapai sekitar 600 juta rupiah atau bahkan lebih. Ini artinya rata-rata setiap meter persegi rumah tapak di kawasan Jakarta bernilai kurang lebih 10 juta rupiah.
Padahal, rata-rata upah minimum pekerja di Jakarta hanya sekitar 4,9 juta rupiah per bulan. Lebih lanjut, rata-rata pengeluaran setiap penduduk Jakarta adalah 2,5 juta rupiah dan biasanya hanya bisa menabung sekitar 2,5 juta rupiah setiap bulan atau bahkan kurang dari itu.
Dengan nominal tabungan sebesar itu, butuh waktu sekitar 10 tahun bagi seorang pekerja untuk bisa membeli rumah ukuran 40 meter persegi dan butuh sekitar 20 tahun untuk membeli rumah berukuran 60 meter persegi.
Di samping itu, harga rumah juga mengalami kenaikan sekitar 1% hingga 2% per tahun. Padahal kenaikan gaji karyawan hanya sekitar 3% per tahun. Kesenjangan ini membuat masyarakat makin kesulitan untuk bisa memiliki rumah sendiri tanpa mengandalkan bantuan dari orang tua.
Rumah memang kebutuhan pokok setiap manusia. Seperti yang disebutkan sebelumnya, bisa memiliki rumah sendiri juga kerap dianggap sebagai indikator keberhasilan. Bagi banyak orang, rumah lebih dari sekadar tempat untuk berteduh dan beristirahat. Namun rumah juga menjadi tempat yang dapat memberikan rasa aman, privasi, dan stabilitas.
Hanya saja, keputusan untuk membeli rumah harus mempertimbangkan banyak faktor. Faktor yang dimaksud mencakup kondisi keuangan, gaya hidup, dan tujuan jangka panjang. Keputusan untuk membeli rumah pada dasarnya kembali pada preferensi individu.
Memang, memiliki rumah sendiri memberikan banyak keuntungan, seperti privasi yang lebih terjaga. Selain itu, rumah juga bisa menjadi investasi yang nilainya senantiasa meningkat.
Namun, perlu diketahui pula bahwa membeli rumah juga membutuhkan komitmen finansial dalam jangka panjang, termasuk biaya angsuran dan bunga apabila menggunakan program KPR. Komitmen finansial ini tentunya bisa menjadi beban yang berat.
Di sisi lain, memiliki rumah memang penting untuk proteksi di masa tua. Saat memasuki usia senja, pendapatan tentunya akan berkurang dan bahkan hilang sepenuhnya. Dengan memiliki rumah sendiri, maka seseorang tidak perlu khawatir tentang biaya sewa tempat tinggal saat sudah memasuki usia pensiun.
Mengingat tingginya harga rumah, banyak orang mulai mempertimbangkan alternatif selain membeli rumah. Berikut beberapa pilihan yang bisa dipertimbangkan:
Menyewa atau mengontrak tempat tinggal bisa menjadi solusi sementara yang lebih terjangkau. Bagi pekerja muda atau pasangan suami istri baru, opsi ini memberikan fleksibilitas untuk pindah tempat tinggal sesuai dengan gaya hidup atau kebutuhan pekerjaan.
Seiring dengan meningkatnya tren bekerja dari rumah dan sistem kerja hybrid, membeli properti residensial di daerah satelit bisa menjadi solusi yang terjangkau. Daerah satelit merupakan wilayah pinggiran kota di tepi sebuah kota yang jauh lebih besar, seperti pinggiran Jakarta. Daerah seperti ini umumnya memiliki harga rumah yang cenderung lebih rendah dibandingkan di pusat kota.
Konsep co-living atau tinggal bersama di suatu hunian dengan orang lain bisa menjadi alternatif selain membeli rumah. Biaya sewanya lebih murah tetapi memiliki fasilitas yang lebih lengkap dibanding indekos. Konsep hunian ini banyak ditemukan di kota-kota besar seperti Jakarta dan Bali.
Pemerintah menyediakan beragam program subsidi untuk kepemilikan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Program seperti Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM), Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), dan Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2PT) bisa dimanfaatkan untuk membeli rumah.
Jadi, keputusan untuk membeli rumah adalah keputusan besar dalam hidup dan memerlukan banyak pertimbangan. Tingginya harga rumah memang menjadi salah satu tantangan, tetapi bukan berarti tidak ada solusi. Kamu masih bisa menyewa, mengontrak, atau bahkan membeli rumah di daerah satelit. Semuanya bisa disesuaikan dengan kondisi finansial, gaya hidup, dan tujuan jangka panjang.
Dalam hal ini, pemerintah juga memiliki peran penting dalam menyediakan program subsidi kepemilikan rumah, khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Dengan adanya program-program ini, maka masyarakat bisa mendapatkan akses tempat tinggal yang terjangkau.
Namun pada akhirnya, keputusan untuk membeli rumah harus kembali disesuaikan dengan kondisi finansial masing-masing, terlebih bila menggunakan program seperti KPR.
Bagi kamu yang mungkin bekerja sebagai freelancer atau wiraswasta, mengajukan KPR jelas menjadi tantangan tersendiri. Sebagai solusinya, kamu bisa menggunakan layanan Dana Rumah dari Danasyariah.
Lewat layanan ini, kamu bisa mendapatkan pembiayaan kepemilikan rumah dengan skema syariah. Uang mukanya pun bisa 0% dan angsurannya juga tergolong terjangkau. Selain itu, layanan ini bisa digunakan untuk kepemilikan rumah baru, second, dan take over.