Penerapan go green pada bangunan seperti rumah tapak adalah salah satu upaya untuk menjaga bumi. Untuk membangun bangunan go green, bukan hanya desain yang harus disesuaikan dengan prinsip go green, tapi juga pemilihan bahan bangunan. Jenis material yang disarankan adalah yang terbuat dari bahan-bahan daur ulang. Mau tahu apa saja materialnya? Simak terus.
Go green adalah upaya manusia dalam mengurangi dampak pemanasan global yang disebabkan oleh aktivitas kehidupan manusia. Go green juga dapat diartikan sebagai upaya menjalani gaya hidup yang lebih ramah lingkungan.
Belakangan ini, aksi go green santer terdengar di berbagai penjuru dunia. Hal ini mengingat efek pemanasan global yang semakin sulit untuk dihindari. Melansir laman UMY, pemanasan global adalah penyebab terjadinya perubahan iklim yang terjadi karena emisi karbon dari aktivitas manusia.
Emisi karbon di Indonesia mencapai 800 juta ton dan 600 juta ton dari emisi alih guna lahan. Jika ditotal, maka Indonesia menempati urutan ketiga sebagai negara penghasil emisi karbon terbesar di dunia. Dengan melakukan sejumlah aksi go green, diharapkan emisi karbon dapat berkurang dan bumi kembali menjadi rumah yang nyaman bagi makhluk di dalamnya.
Untuk mulai menerapkan aksi go green dalam kehidupan sehari-hari, ada tiga prinsip yang harus Anda ketahui, yakni:
Aksi go green dapat diterapkan dalam pemilihan material untuk konstruksi bangunan. Jenis material yang digunakan adalah material daur ulang. Dalam skala kecil, bahan bangunan semacam ini dianggap lebih awet dibanding material konvensional.
Sayangnya, stok material daur ulang masih sedikit sehingga harganya relatif mahal. Namun bukan hal yang mustahil bahan-bahan daur ulang seperti di bawah ini akan menjadi material konvensional.
Pasalnya, banyak masyarakat mulai sadar akan bahaya perubahan iklim dan pentingnya mengurangi emisi karbon dari aktivitas pembangunan. Langsung saja, simak beberapa material daur ulang yang bisa digunakan untuk konstruksi bangunan.
Anda pasti masih asing dengan material satu ini karena memang belum ada di Indonesia. Ferrock adalah material yang terbuat dari campuran batu-batuan mengandung besi dan daur ulang limbah debu baja.
Ferrock memiliki konsistensi seperti beton yang mana tidak bisa dilelehkan menjadi cair. Namun jika dibandingkan dengan beton biasa, ferrock relatif lebih kokoh dan fleksibel sehingga lebih tahan terhadap efek gempa.
Lebih lanjut, proses pembuatan ferrock bersifat karbon negatif. Ini karena ferrock dapat menyerap dan mengikat karbon dioksida. Hanya saja, sulit untuk memprediksi apakah material ini akan menjadi tren dalam konstruksi. Pasalnya, ferrock masih terbilang baru di dunia material bangunan.
Pembentukan baja memerlukan energi yang tak bisa dibilang kecil. Namun tahukah Anda bahwa ternyata material ini dapat didaur ulang? Ya, benar, baja adalah jenis logam yang paling banyak didaur ulang. Bahkan sekitar 40% produksi baja di dunia saat ini berasal dari bahan daur ulang.
Di Australia misalnya, sekitar 25% baja untuk kebutuhan konstruksi merupakan baja daur ulang. Ini lantaran proses daur ulang baja memerlukan lebih sedikit energi dibanding produksi baja baru.
Dibandingkan dengan kayu solid, baja bekas pakai lebih kokoh dan tahan terhadap guncangan gempa dan cuaca ekstrem. Baja juga lebih cocok untuk pembuatan atap dan rangka rumah karena tidak rentang bengkok. Hingga saat ini, baja daur ulang sudah banyak digunakan dalam konstruksi bangunan karbon netral di seluruh dunia.
Kayu bekas pakai atau daur ulang kian populer sebagai alternatif kayu gelondongan yang baru saja dipanen. Alasan utamanya tentu karena kayu bekas pakai lebih ramah lingkungan. Namun sebenarnya bukan karena itu saja. Dibandingkan dengan kayu baru, kayu bekas pakai memiliki tampilan yang lebih estetik dan membuat bangunan tampak lebih homey.
Material alternatif ini umumnya berasal dari konstruksi yang sudah tidak dihuni atau dipakai. Contohnya rel kereta api, kapal, bangunan bekas, palet, gudang penyimpanan hasil bumi, dan lain sebagainya. Kayu-kayu tersebut biasanya digunakan kembali untuk membuat rangka bangunan, lantai, dan furnitur.
Secara perlahan, pabrik daur ulang limbah plastik mulai menjamur dan menggantikan industri material bangunan yang memakan banyak energi. Kegiatan daur ulang ini menghasilkan sejumlah material konstruksi yang bernilai ekonomi. Contohnya batu bata dari plastik daur ulang, material untuk lantai, atap, pipa, dan masih banyak lagi.
Namun plastik daur ulang juga ada kekurangannya, yakni asap dari proses pelelehan plastik. Selain meninggalkan jejak karbon, proses ini juga berbahaya bagi kesehatan. Di sisi lain, plastik hanya dapat didaur ulang satu kali saja sebelum akhirnya dibuang.
Gabus atau cork memang masih asing bagi mayoritas masyarakat Indonesia. Pasalnya, gabus lebih banyak digunakan di negara-negara barat. Sama seperti bambu, gabus termasuk dapat dipanen dengan cepat sehingga bisa dibilang material yang ramah lingkungan.
Sifatnya fleksibel, ringan, dan tahan terhadap air serta kelembapan. Sebab itu, gabus cocok digunakan sebagai material pembuat lantai, pelapis dinding kedap suara, insulasi, atap, dan masih banyak lagi.
Bambu memiliki tingkat pertumbuhan paling cepat di antara semua yang termasuk dalam kingdom plantae. Secara teknis, bambu adalah rumput di mana hanya butuh 1-5 tahun untuk batang bambu bisa dipanen. Selain itu juga tidak perlu ditanam kembali karena bambu dapat tumbuh kembali dari akarnya.
Itulah sebabnya bambu disebut sebagai material bangunan berkelanjutan. Karena selain dapat didaur ulang, harga bambu juga relatif murah. Dalam konstruksi bangunan di Indonesia, bambu bisa digunakan untuk pembuatan atap, penyangga rangka dinding, pagar, dan masih banyak lagi.
Jerami gandum umumnya hanya dibuang atau dibakar setelah panen. Namun kini jerami dapat diolah kembali menjadi material bangunan. Dalam prosesnya, daur ulang jerami mengeluarkan lebih sedikit jejak karbon dibanding proses produksi satu ton beton.
Jerami umumnya digunakan sebagai material isolasi termal karena tahan terhadap api. Selain itu juga kedap udara sehingga cocok digunakan di kawasan empat musim. Tak hanya itu saja, jerami daur ulang dapat digunakan sebagai material finishing, material untuk jendela dan pintu, dan sebagainya.
Nah, itu tadi beberapa material daur ulang yang dapat digunakan untuk mewujudkan bangunan go green. Beberapa material di atas masih sulit ditemukan di Indonesia namun bukan berarti tidak akan populer pada masa mendatang. Pasalnya, dampak pemanasan global itu nyata dan masyarakat semakin melek akan pentingnya menjaga bumi dengan menerapkan aksi-aksi go green.