Pengaruh Ekonomi Terhadap Pasar Properti Berbasis Syariah

Pengaruh Ekonomi Terhadap Pasar Properti Berbasis Syariah
Sumber : Envato

Perkembangan ekonomi di Indonesia sempat mengalami kontraksi di masa-masa krisis akibat pandemi COVID-19. Di masa pandemi, hampir semua sektor mengalami penurunan konsumsi. Setelah kondisi membaik dan perekonomian berangsur pulih, berbagai sektor perekonomian pun kembali mengalami pertumbuhan, salah satunya di sektor pasar properti.

Situasi pascapandemi ini menjadi konteks yang unik untuk membahas pengaruh ekonomi terhadap pasar properti, khususnya yang berkaitan dengan sistem dan skema ekonomi syariah di Indonesia.

Ekonomi Syariah di Indonesia

Pengaruh Ekonomi Terhadap Pasar Properti
Sumber : Envato

Sebagai negara dengan penduduk mayoritas Muslim terbesar di dunia, ekonomi syariah di Indonesia berkembang cukup pesat dalam beberapa tahun terakhir. Perkembangan ini secara garis besar merupakan bagian dari meningkatnya pemahaman masyarakat terhadap ajaran agama Islam. Oleh karena itu, Indonesia memiliki potensi untuk menjadi pusat ekonomi syariah yang terkemuka di dunia.

Definisi dari ekonomi syariah sendiri kerap mengalami penyempitan makna. Persepsi masyarakat terhadap ekonomi syariah masih terbatas pada riba, jenis-jenis akad, dan mekanisme bagi hasil semata. Padahal, ekonomi syariah adalah suatu konsep dan sistem perekonomian secara keseluruhan.

Sebagai sebuah konsep, ekonomi syariah tetap mengedepankan kebebasan individu dalam pengelolaan aset yang dimiliki. Sebagai sebuah sistem, ekonomi syariah mengatur berbagai hal, mulai dari mekanisme pasar, siklus penawaran-permintaan (supply dan demand), dan lain-lain.

Dalam hal-hal yang disebutkan di atas, yang membedakan ekonomi syariah dengan ekonomi konvensional adalah prinsip, aturan, dan tata cara dalam menjalankan sistem yang ditetapkan. Dalam ekonomi syariah, prinsip yang dikedepankan adalah kemaslahatan umat secara umum, sedangkan aturan dan tata cara yang digunakan didasarkan pada hukum Islam.

Perbandingan Perkembangan Ekonomi Syariah dan Konvensional

Jika dibandingkan dengan tahun 2021, perkembangan ekonomi syariah Indonesia pada tahun 2022 bisa dikatakan stagnan. Dalam siaran pers Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia dengan nomor HM.4.6/330/SET.M.EKON.3/6/2022, Indonesia menempati peringkat kedua indikator Makanan Halal pada Top 15 Global Islamic Economy Indicator.

Masih menurut siaran pers yang sama, pada indikator Pariwisata, Farmasi dan Kosmetik, serta Media dan Rekreasi, peringkat Indonesia mengalami penurunan. Sementara itu, pada indikator Keuangan dan Fesyen Islami posisi Indonesia masih sama dengan tahun 2021.

Untuk mewujudkan visi Indonesia sebagai pusat ekonomi syariah terkemuka dunia, di tahun 2023 ini Pemerintah berencana untuk mengintegrasikan fintech syariah dengan ekonomi digital. Langkah ini menyusul program-program yang dilaksanakan sejak 2022, seperti pengembangan Kawasan Industri Halal di beberapa lokasi.

Di sisi lain, ekonomi Indonesia secara keseluruhan mengalami pertumbuhan sebesar 5,31% di tahun 2022 berdasarkan data Badan Pusat Statistik yang dirilis pada 6 Februari 2023. Angka ini disebut lebih tinggi dari capaian tahun 2021 sebesar 3,70 persen.

Capaian tersebut tentunya menjadi berita baik untuk perekonomian Indonesia. Sebab sebelumnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia sempat mengalami kontraksi atau minus sebesar 2,07% pada tahun 2020. Pandemi COVID-19 menjadi salah satu faktor terbesar penyebab kontraksi pertumbuhan ekonomi tersebut.

Dengan kata lain, perekonomian Indonesia mulai berangsur membaik di tahun 2021 dan 2022. Kondisi ini tentu akan berpengaruh positif untuk beberapa sektor industri, contohnya properti dan jasa keuangan syariah.

Properti dalam Perspektif Syariah

Pengaruh Ekonomi Terhadap Pasar Properti
Sumber : Envato

Bicara soal industri properti, bagaimana properti dipandang dalam syariat? Dalam konteks perekonomian, baik sistem konvensional maupun syariah tidak memiliki perspektif yang berbeda jauh dalam melihat properti sebagai komoditas yang diperdagangkan.

Dalam hal ini, yang kemudian disebut sebagai “properti syariah” adalah aset  atau jenis properti yang sistem transaksinya sesuai dengan syariat Islam. Artinya, mulai dari akad jual-beli hingga sistem pembiayaan harus sesuai dengan ajaran agama Islam, contohnya dengan tidak adanya unsur riba di dalamnya.

Selain dari segi proses transaksinya, properti syariah juga memiliki beberapa ciri khas yang membedakannya dengan properti konvensional, antara lain:

Penekanan pada kepemilikan

Setelah akad jual beli, maka kepemilikan properti berpindah tangan dari pengembang ke pembeli. Artinya, meskipun dibayar dengan skema cicilan dan belum lunas, pihak bank atau pihak ketiga lainnya tidak memiliki kuasa atas aset properti yang diperjualbelikan.

Skema yang diterapkan

Dalam skema properti syariah, dikenal istilah istishna, yaitu akad jual-beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang. Secara praktik, istishna serupa dengan inden atau purchase order (PO) dalam transaksi properti konvensional.

Skema harga tidak akan berubah

Skema harga yang ditawarkan pengembang pun tidak akan berubah jika sudah ada kesepakatan di awal akad jual-beli properti syariah. Sebagai contoh, jika Anda sudah menunaikan akad untuk mengangsur rumah seharga Rp500 juta dengan nilai cicilan Rp3 juta per bulan, nilai ini tidak akan mengalami perubahan sampai Anda melunasi cicilan tersebut.

Bebas riba, bebas sita

Dalam ekonomi syariah, baik bunga cicilan, denda, dan penyitaan yang diterapkan pada konsep konvensional dianggap sebagai riba. Karena prinsip syariah melarang mendapatkan keuntungan dari riba, transaksi properti syariah tidak akan menerapkan bunga, denda, dan penyitaan.

Penyelesaian kredit macet tidak memberatkan

Jika karena satu dan lain hal pembeli properti gagal melunasi perjanjian yang ditetapkan, baik pihak penyedia pendanaan maupun pengembang tetap dilarang melakukan penyitaan aset, tetapi harus ikut membantu pembeli menjual propertinya. Hasil penjualan akan dibagikan kepada kedua belah pihak melalui skema bagi hasil.

Tidak ada jasa asuransi

Properti yang dibeli dengan skema syariah tidak diasuransikan. Pasalnya, asuransi dipandang mengandung unsur ketidakpastian yang serupa dengan judi. Pihak asuransi akan mendapatkan keuntungan jika pemegang polis tidak mengajukan klaim apapun. Sebaliknya, jika Anda mengajukan klaim, pihak asuransi akan mendapatkan kerugian.

Jika Anda berminat membeli properti syariah, sebaiknya pastikan dahulu ada tidaknya keenam ciri ini pada pihak pengembang atau bank/penyedia pembiayaan.

Pasar Properti Konvensional vs Syariah

Pengaruh Ekonomi Terhadap Pasar Properti
Sumber : Envato

Kondisi perekonomian dalam negeri secara umum membaik sepanjang tahun 2022 silam. Pertumbuhan pasar properti di Indonesia merupakan salah satu sektor yang mulai bangkit setelah berhasil melewati ancaman resesi ekonomi akibat pandemi yang berkepanjangan.

Dalam sebuah artikel dari bisnis.com, tren positif ini disebut mulai terlihat pada Triwulan II 2022. Dibandingkan dengan Triwulan I 2022, Indeks Harga Properti dan Indeks Supply masing-masing mengalami peningkatan sebesar 3,2 persen dan 1,3 persen.

Tren positif ini berlanjut hingga Triwulan selanjutnya. Menurut siaran pers Bank Indonesia No.24/309/DKom, Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) Triwulan III 2022 berada di angka 1,94% (yoy). Angka ini didasarkan pada Hasil Survei Harga Properti Residensial (SHPR) Bank Indonesia.

Sementara itu, prospek pasar properti pada 2023 diproyeksikan terus mengalami peningkatan. Proyeksi ini dikemukakan dalam Rumah.com Indonesia Property Market Outlook 2023 yang dirilis pada November 2022.  Meskipun begitu, pasar properti Indonesia, baik konvensional maupun syariah, masih membutuhkan stimulus dari pemerintah untuk menjaga tren kenaikan ini.

Lalu, bagaimana dengan pasar properti syariah? Melansir artikel dari Antara Sulsel, pertumbuhan pasar properti syariah tumbuh sebesar 32% sepanjang tahun 2022. Presiden Asosiasi Developer Property Syariah (DPS) Muhammad Rosyid Aziz menyebutkan ada 1.390 lokasi proyek properti syariah yang tersebar di 178 Kabupaten/Kota sepanjang tahun 2022.

Dalam kurun waktu 3 tahun terakhir, jumlah proyek properti syariah mengalami peningkatan yang signifikan tiap tahunnya. Pada tahun 2021, misalnya, jumlah proyek mencapai 1.054 lokasi, jauh lebih besar dari tahun 2020 (629 proyek) dan 2019 (500 proyek).

Data ini sekaligus menunjukkan peningkatan kepercayaan masyarakat terhadap produk dan sistem ekonomi syariah. Hal ini cukup wajar mengingat model pembiayaan berbasis syariah lebih memihak kepada nasabah/pembeli ketimbang model ekonomi konvensional. Jika tren ini terus berlanjut, bukan tidak mungkin pasar properti di Indonesia akan didominasi oleh properti syariah dalam beberapa tahun ke depan.

Pembiayaan Properti Berbasis Syariah

Pengaruh Ekonomi Terhadap Pasar Properti
Sumber : Envato

Sebelumnya sudah disebutkan beberapa perbedaan antara properti syariah dengan properti konvensional, salah satunya ada perbedaan dalam hal pembiayaan. Dalam hal pembiayaan, setidaknya ada tiga perbedaan antara pembiayaan melalui KPR syariah dengan pembiayaan melalui KPR konvensional: tenor kredit, akad beli rumah, dan bunga bank.

Tenor Kredit

KPR konvensional cenderung memberikan tenor kredit yang lebih panjang dibandingkan KPR Syariah. Pemicu utamanya adalah implementasi bunga cicilan pada KPR konvensional yang memungkinkan kreditur mendapatkan untung lebih besar dari tenor yang lebih panjang.

Akad Beli Rumah

Dalam skema KPR Syariah, margin yang akan diambil dan dibebankan pihak bank kepada pembeli sudah diberitahukan sejak awal dan nilainya tidak akan berubah sampai cicilan dilunasi. Akad yang digunakan adalah akad Murabahah, di mana pihak bank menetapkan margin dari objek properti yang ditransaksikan.

Dalam skema akad Murabahah, pihak bank akan membeli properti dari pengembang, lalu “menjual” properti tersebut kepada nasabah dengan menetapkan sejumlah margin. Margin inilah yang akan menjadi keuntungan bagi pihak bank.

Sebagai contoh, tuan Naufal ingin membeli rumah seharga Rp250 juta dan mengajukan KPR Syariah kepada Bank XYZ. Pihak Bank XYZ akan memberitahu tuan Naufal bahwa margin yang ditetapkan oleh Bank XYZ adalah Rp100 juta, sehingga total biaya yang harus dibayarkan tuan Naufal adalah Rp350 juta dan dikurangi dengan uang muka.

Bunga Bank

Dalam skema KPR konvensional, biasanya bunga cicilan yang dibebankan kepada nasabah bersifat progresif. Artinya, jumlah cicilan yang harus dibayarkan per bulan bisa berubah setelah jangka waktu tertentu. Perubahan ini bisa berupa penurunan maupun kenaikan, tergantung situasi dan kondisi pasar. 

Dalam skema KPR syariah, baik jumlah harga, margin keuntungan, hingga nominal cicilan per bulan sudah ditetapkan dan disepakati di awal. Artinya, jumlah cicilan yang harus dibayarkan nasabah tidak akan mengalami perubahan, apapun kondisi dan situasi pasar yang terjadi.

Penutup

Kontraksi pertumbuhan ekonomi nasional sepanjang tahun 2020 berdampak negatif pada pertumbuhan berbagai sektor industri. Namun, situasi ini tidak bertahan lama. Sepanjang tahun 2021 hingga 2022, perekonomian berangsur membaik dan geliat bisnis perlahan kembali ke situasi sebelum pandemi.

Di sektor properti, baik konvensional maupun syariah, pasar properti perlahan mengalami pemulihan dalam dua tahun terakhir. Bahkan, pertumbuhan pasar properti syariah disebut lebih pesat dibanding pasar properti konvensional dalam kurun waktu yang sama.

Jika melihat data yang dihadirkan, dapat ditarik kesimpulan bahwa pertumbuhan ekonomi berbanding lurus dengan pertumbuhan sektor industri, tidak terkecuali pada pasar properti nasional. Dengan kata lain, pengaruh ekonomi terhadap pasar properti cukup besar, baik di sektor properti konvensional maupun sektor properti syariah.

Leave a Reply