Notaris dan PPAT adalah dua profesi yang kerap terlibat dalam transaksi jual beli rumah. Bagi sejumlah masyarakat awam, keduanya kerap dipandang sebagai profesi yang sama. Memang, ada banyak notaris yang merangkap menjadi PPAT. Namun keduanya tetap berbeda, kewenangannya pun berbeda. Nah, perbedaan notaris dan PPAT akan kita bahas dalam ulasan berikut ini.
Untuk memahami perbedaan suatu hal dengan yang lainnya, bisa dimulai dengan memahami pengertiannya terlebih dahulu. Nah, agar perbedaan antara notaris dan PPAT semakin mudah dimengerti, mari simak dahulu pengertian keduanya.
Secara umum, notaris adalah pejabat umum yang memiliki kewenangan untuk membuat akta autentik dan juga kewenangan lainnya. Kewenangan yang dimaksud tercantum dalam Pasal 1 angka 1 UUJN pada UU Nomor 2 Tahun 2014.
Sementara itu, PPAT adalah singkatan dari Pejabat Pembuat Akta Tanah. PPAT dapat dijelaskan sebagai pejabat umum yang memiliki kewenangan untuk membuat akta autentik tentang suatu perbuatan hukum yang berkaitan dengan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun atau hak atas tanah. Pengertian ini sesuai dengan Pasal 1 angka 1 dalam PP Nomor 37 Tahun 1998.
Perbedaan notaris dan PPAT yang selanjutnya terdapat pada landasan hukum yang digunakan. Landasan hukum notaris diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 62 Tahun 2016.
Dalam peraturan tersebut menjelaskan semua yang berkaitan dengan profesi notaris, di antaranya:
Dalam peraturan tersebut juga disebutkan mengenai pihak yang berhak melakukan pengangkatan dan pemberhentian notaris. Dalam hal ini adalah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia. Sebelum diangkat, seorang notaris harus sudah menyelesaikan pendidikan hukum S1 dan S2 kenotariatan.
Sementara itu, landasan hukum PPAT adalah PP Nomor 2 Tahun 2016. Peraturan tersebut mengatur semua hal yang berhubungan dengan profesi PPAT, di antaranya:
Sebagaimana dengan notaris, sebelum menjadi PPAT seorang individu harus sudah menyelesaikan pendidikan hukum S1 dan S2 kenotariatan. Namun boleh juga mengikuti pendidikan khusus yang diselenggarakan oleh Kementerian Agraria setelah lulus strata satu. Pengangkatan dan pemberhentian PPAT dilakukan oleh BPN atau Menteri Agraria dan Tata Ruang.
Sebagai tambahan, wewenang sebagai PPAT juga dapat dijalankan oleh camat. Dalam hal ini bisa dikatakan bahwa camat tersebut sedang mengemban status sebagai PPAT sementara. Camat akan turun tangan bila transaksi properti dilangsungkan di area di mana tidak ada PPAT.
Setiap profesi tentu memiliki kode etik yang wajib untuk dipatuhi. Pun begitu dengan profesi notaris dan PPAT. Keduanya memiliki kode etik yang berbeda dalam menjalankan tugas dan kewenangannya. Tujuannya agar tugas yang dijalankan oleh notaris dan PPAT tidak saling tumpang tindih.
Untuk profesi notaris, perihal kode etik diterbitkan oleh Ikatan Notaris Indonesia (INI). Kode etik yang diterbitkan berlaku bagi semua orang yang berprofesi sebagai notaris di Indonesia. Sesuai dengan Pasal 1 angka 12 Keputusan Menteri Kehakiman dan HAM Nomor M-01.HT.03.01 Tahun 2003, INI adalah satu-satunya organisasi notaris yang diakui pemerintah.
Sementara itu, kode etik untuk profesi PPAT diatur dalam Keputusan Menteri Agraria dan Tata Ruang Nomor 112/KEP-4.1/IV/2017. Kode etik ini mengatur semua hal tentang kewajiban PPAT dalam melaksanakan pekerjaannya sebagai pejabat pembuat akta tanah.
Lebih lanjut, perbedaan notaris dan PPAT dapat dilihat dari kewenangan masing-masing profesi. Berikut adalah kewenangan yang dimiliki oleh seorang dengan profesi notaris:
Sementara, kewenangan seorang PPAT adalah sebagai berikut:
Bila diperhatikan dengan saksama, kewenangan notaris lebih banyak dibanding PPAT. Hal ini lantaran notaris tak hanya mengurusi seputar pertanahan saja. Notaris juga mengurusi semua yang berkaitan dengan kenotariatan dan legalisasi.
Perbedaan notaris dan PPAT juga terletak pada area kerja keduanya. Jika dilihat dari kewenangan keduanya, sudah bisa diketahui bahwa lingkup kerja PPAT lebih sempit dibanding notaris.
Kamu bisa menggunakan jasa notaris yang ada di mana saja dan tidak dipengaruhi oleh wilayah properti yang akan kamu beli. Sementara itu, area kerja PPAT berada dalam satu wilayah kerja di Kantor Pertanahan Kota, Kabupaten atau Kotamadya. Hal ini sesuai dengan Pasal 12 ayat 1 dalam PP Nomor 37 Tahun 1998.
Dengan kata lain, jangkauan wilayah kerja setiap PPAT terbatas sesuai dengan domisili yang telat ditetapkan. PPAT tidak memiliki wewenang untuk menjalankan tugas di luar jangkauan wilayah kerjanya.
Sebagai contoh, kamu berencana membeli rumah sekaligus tanahnya di Yogyakarta. Sementara, saat ini kamu tinggal di wilayah Solo. Khusus untuk pembuatan Akta Jual Beli, kamu tak harus menggunakan notaris di daerah tempat rumah tersebut berada.
Kamu bisa menggunakan jasa notaris yang ada di Solo. Sementara, untuk mengurus masalah tanah, seperti mengecek keaslian sertifikat tanah, kamu harus menggunakan jasa PPAT yang wilayah kerjanya di Yogyakarta.
Kalau mau lebih praktis, kamu bisa langsung menggunakan jasa notaris yang merangkap sebagai PPAT di Yogyakarta. Dengan begitu, proses transaksi bisa lebih cepat selesai.
Itulah tadi perbedaan profesi notaris dan PPAT. Notaris dan PPAT bisa jadi orang yang sama. Sebab, notaris bisa merangkap jabatan sebagai pejabat PPAT berdasarkan argumentum a contrario. Dengan catatan, cakupan wilayah kerjanya sama dengan area kerjanya sebagai notaris.
Dari pembahasan di atas bisa disimpulkan bahwa notaris dan PPAT adalah dua jenis profesi yang berbeda. Sama-sama terlibat dalam urusan jual beli properti, namun kewenangan keduanya berbeda. Pun begitu dengan dasar hukum, kode etik, dan juga jangkauan wilayah kerjanya.