Begini Mekanisme Equity Crowdfunding untuk Investasi Properti

Begini Mekanisme Equity Crowdfunding untuk Investasi Properti

Investasi dalam dunia properti selalu menjadi salah satu pilihan menarik, tetapi sering kali memerlukan modal yang tidak bisa dibilang kecil. Untungnya, ada alternatif yang bisa digunakan investor untuk berinvestasi properti dengan modal terbatas. Alternatif tersebut adalah equity crowdfunding (ECF) properti. Nah, dalam artikel ini kita akan membahas mekanisme ECF properti, termasuk sekilas tentang konsep ECF, kelebihan dan juga kekurangannya.

Equity Crowdfunding

Sekilas Tentang Equity Crowdfunding (ECF) Properti 

Melansir laman Sikapiuangmu OJK, equity crowdfunding (ECF) merupakan model pendanaan untuk unit usaha atau suatu proyek yang melibatkan peran masyarakat luas. Konsep ini pertama kali dicetuskan pada 2003 di Amerika Serikat bersamaan dengan diluncurkannya situs Artistshare.

Dalam situs Artistshare, para musisi di AS berusaha untuk mencari pendanaan dari penggemar mereka agar bisa menggarap sebuah karya. Hal inilah yang kemudian menginisiasi munculnya banyak situs crowdfunding seperti Kickstarter pada 2009 dan Gofundme pada 2010.

Seiring dengan berjalannya waktu, jenis ECF juga makin bervariasi, salah satunya adalah untuk mendanai proyek properti. ECF properti dapat dijelaskan sebagai metode investasi yang memungkinkan banyak individu untuk berpartisipasi dalam kepemilikan suatu proyek properti dengan modal minim.

Sebagai contoh, ada pemilik properti yang ingin mengubah asetnya tersebut menjadi aset perusahaan terbatas (PT). Untuk melakukannya, si pemilik membutuhkan modal yang tidak sedikit. Maka pemilik memutuskan untuk menawarkan sebagian kepemilikan aset tersebut kepada calon investor melalui saham dalam bentuk equity crowdfunding

Investor dapat berinvestasi dalam proyek properti tersebut dengan menyumbangkan model kolektif. Dengan begitu, mereka akan menjadi pemegang saham dalam proyek terkait. Lantas, apa keuntungan dari model investasi ini?

Keuntungan utama ECF properti adalah kemudahan akses ke investasi properti tanpa modal besar dan tanpa harus memiliki properti secara sepenuhnya. Bagi investor pemula atau individu dengan modal terbatas, ECF menjadi peluang bagi mereka untuk berpartisipasi dalam investasi industri properti. Kendati ada risiko terkait, ECF bisa menjadi alternatif menarik bagi para investor yang ingin melakukan diversifikasi portfolio investasi.

Kelebihan dan Kekurangan ECF Properti

Equity crowdfunding properti memiliki kelebihan dan kekurangan yang perlu dijadikan pertimbangan. Berikut adalah beberapa kelebihan equity crowdfunding properti.

  1. Akses mudah ke investasi properti: Seperti yang dijelaskan di atas, ECF membuka pintu bagi individu dengan modal terbatas untuk melakukan investasi dalam industri properti. Mereka bisa memiliki sebagian kepemilikan dari suatu proyek properti dengan dana terbatas.
  2. Diversifikasi portfolio: ECF memungkinkan investor untuk melakukan diversifikai portofolio mereka dengan berinvestasi dalam beragam proyek properti. Hal ini berguna untuk mengurangi risiko terkait dengan kepemilikan tunggal pada satu properti.
  3. Transparansi: ECF umumnya diatur dengan ketat dan pihak penyelenggara wajib menyediakan informasi yang bisa diakses oleh investor secara jelas dan transparan. Tujuannya adalah untuk mengurangi risiko penipuan atau praktik bisnis yang mencurigakan.
  4. Potensi keuntungan: Bila proyek properti berhasil, investor akan memperoleh keuntungan tinggi dengan cara menjual saham mereka dengan harga yang lebih tinggi dari harga awal. Dengan begitu, investor memiliki peluang untuk menciptakan capital gain.
  5. Pengetahuan bisnis: Melakukan investasi ECF properti juga bisa memberikan pemahaman secara lebih mendalam tentang industri properti dan mekanisme investasi yang berguna bagi investor di masa mendatang.

Selain kelebihan, equity crowdfunding properti juga memiliki beberapa kekurangan, di antaranya:

  1. Risiko proyek: Jalnnya proyek properti mungkin tak selalu sesuai dengan ekspektasi. Nah, hal ini bisa menjadi salah satu risiko yang perlu diwaspadai dalam ECF properti karena bisa merugikan para pendana.
  2. Likuiditas rendah: Investasi ECF properti cenderung bersifat jangka panjang. Penjualan saham pun relatif sulit untuk dilakukan terutama bila tidak ada pasar sekunder yang sedang aktif.
  3. Kurangnya kendali: Investor hampir tidak memiliki kendali atas pengelolaan proyek properti. Keputusan terkait proyek umumnya diambil oleh manajemen atau pemilik properti.
  4. Keterbatasan pendapatan: Pendapatan dari investasi dalam ECF properti tidak terlalu signifikan bila dilakukan dalam jangka pendek dan tergantung pada performa proyek. Investor mau tidak mau harus bersedia untuk berinvestasi dalam jangka waktu yang panjang.

Ilustrasi Mekanisme Investasi dalam ECF Properti

Untuk memberikan gambaran lebih jelas tentang cara kerja investasi dalam ECF properti, mari kita lihat studi kasus berikut.

Sebagai contoh, Pak Adi memiliki properti tua di pusat kota yang cukup strategis. Awalnya, dia ingin menjual properti tersebut, lantaran pajak dan biaya perawatan yang sangat tinggi. Namun, melihat adanya potensi bisnis dengan adanya properti tersebut, Pak Adi memutuskan untuk mengubahnya menjadi rumah indekos eksklusif.

Namun, mengubah properti tua menjadi rumah kos membutuhkan dana yang besar. Misalnya, biaya perkiraan untuk proyek tersebut menyentuh angka sekitar Rp8 miliar. Namun, sebagai pemilik properti, Pak Adi tidak ingin atau tidak mampu mendanai proyek ini sendiri.

Di sinilah peran ECF properti. Pak Adi bisa mendirikan sebuah perusahaan terbatas (PT) di bidang properti guna melakukan proyek indekosnya. Kemudian, Pak Adi menjalin kerja sama dengan penyelenggara ECF untuk melakukan penilaian proyeknya. Setelah dilakukan penilaian, total nilai proyek kemungkinan menyentuh angka Rp40 miliar, termasuk nilai potensi keuntungan di masa depan.

Penyelenggara ECF kemudian menawarkan kepada publik peluang untuk melakukan investasi dalam proyek indekos tadi dengan jumlah dana yang harus dikumpulkan adalah Rp10 miliar. Dalam skenario ini, Pak Adi sebagai pemilik properti tetap memegang saham sebanyak 75%, sementara investor ECF memiliki 25% saham.

Para investor yang berpartisipasi dengan menyumbangkan dana mereka akan memiliki sebagian kecil kepemilikan dari proyek kos. Saat proyek sudah mulai menghasilkan pendapatan dari kegiatan sewa menyewa, keuntungan yang didapat akan dibagikan sesuai dengan proporsi saham masing-masing investor. Pembagian keuntungan ini bisa dilakukan secara berkala, seperti bulanan atau sesuai jadwal yang sudah ditentukan.

Di samping itu, bila proyek berjalan dengan lancar dan nilai properti mengalami peningkatan, investor berpotensi memperoleh capital gain melalui penjualan saham. Namun ingat, investasi ECF juga ada risikonya, seperti yang sudah dijelaskan di atas, yakni risiko proyek gagal dan likuiditas.

Demikian penjelasan mengenai equity crowdfunding sebagai alternatif untuk melakukan investasi properti dengan modal minim. Jenis investasi ini dapat menjadi opsi tepat bagi investor pemula dan berpengalaman yang ingin melakukan diversifikasi portfolio. Namun, sama seperti investasi lainnya, ada banyak risiko yang perlu dipertimbangkan dengan matang sebelum memutuskan untuk berinvestasi dalam ECF properti.

Leave a Reply